News

Waspadai “Vote Buying” Menjelang Pemilu

Jakarta, – Praktik “vote buying” mengancam pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) 2014. Praktik tersebut identik dengan “money politik” atau politik uang, tapi dalam skala atau jumlah yang lebih besar.

Vote buying itu yang selama ini terjadi pada masa kampanye pilpres. Kandidat mendatangi organisasi masyarakat (ormas) yang besar dan berpengaruh, kemudian beri bantuan finansial,” kata pengamat politik Jeirry Sumampow di Jakarta, Selasa (1/7).

Dia menjelaskan, pada masa kampanye 4 Juni – 5 Juli 2014, jarang terlihat pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mengumpulkan massa melalui kampanye terbuka. “Kandidat lebih banyak lakukan silaturahmi ke ormas-ormas, sambangi tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan saat itu uang diberikan ke pihak-pihak tersebut,” jelasnya.

Menurut dia, praktik vote buying tidak dapat dijerat. Pasalnya, uang yang diberikan tidak ditujukan kepada pemilih. “Karena enggak langsung ke pemilih, maka sulit dijerat. Sebab sifat pemberian uangnya bisa juga dalam bentuk bantuan,” ucapnya.

Dia mensinyalir kedua pasangan capres dan cawapres telah melakukan praktik vote buying. “Dua-duanya (kandidat) melakukan vote buying. Hampir tidak ada mereka kampanye akbar. Justru banyak kegiatan di mana kedatangan kandidat didatangi massa banyak yang diorganisir kelompok tertentu,” katanya.

Dia menuturkan, masyarakat Indonesia masih memilih berdasarkan referensi sejumlah pihak. Karena itulah, vote buying cukup efektif untuk mendulang suara. “Vote buying ini efektif. Masyarakat kita masih memilih berdasarkan referensi tertentu. Apakah referensi kiai atau pendeta, tokoh masyarakat serta ormas,” ucapnya.

Dia menambahkan, kecil kemungkinan kandidat melakukan politik uang langsung kepada pemilih. Hal itu, lanjut dia, berbanding terbalik dengan pemilu legislatif (pileg).

“Politik uang langsung ke pemilih satu per satu sulit dilakukan. Butuh uang yang besar jika memang kandidat melakukannya. Lebih efektif vote buying, tapi tentu kita sangat menyesalkan kalau itu diterapkan masing-masing kandidat,” pungkasnya.

sumber :www.beritasatu.com