News

Wacana Badan Riset Nasional Meresahkan

JAKARTA – Demi efisiensi anggaran, pemerintah berencana membentuk Badan Riset Nasional yang menyatukan seluruh lembaga penelitian dan pengembangan. Wacana yang meresahkan peneliti, perekayasa, dan lembaga litbang itu perlu dilakukan secara cermat berdasarkan kajian menyeluruh guna kemajuan riset dan inovasi untuk menggerakkan ekonomi.

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Unggul Priyanto menilai, tidak tepat menggabungkan semua lembaga litbang dalam satu lembaga baru. Setiap lembaga litbang memiliki karakteristik dan fokus kegiatan yang berbeda. Sejak awal, BPPT dibentuk guna mendukung transformasi industri dan membantu industri strategis melalui alih teknologi dan reserve engineering alias kloning teknologi yang terbukti di negara lain untuk direproduksi ulang dan dipasarkan menjadi produk inovasi baru.

Rencana penggabungan BPPT, LIPI, dan lembaga litbang dalam satu badan riset itu sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo, pembentukan badan riset tunggal di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi itu dianggap bisa menghemat anggaran riset. Dana riset nasional di sejumlah kementerian dan lembaga pada 2017 sebesar Rp. 24,9 trilliun juga akan lebih tepat guna, karena tidak terjadi pengulangan alias tumpang tindih riset antarlembaga.

Meski demikian, Unggul menilai BPPT tidak bisa digabung dengan lembaga litbang lain karena 80 persen SDM adalah perekayasa yang tugasnya membuat inovasi. Sementara di lembaga litbang lain, porsi SDM terbesar adalah peneliti yang fokusnya untuk riset. “Riset dan inovasi sering disalahpahami,” kata Unggul. Hasil akhir inovasi adalah produk hasil riset atau rekayasa yang bisa dipasarkan. Sementara riset lebih menekankan pada publikasi ilmiah, paten, dan prototipe.

Dibagi Dua

Kalaupun pemerintah tetap ingin menggabungkan berbagai lembaga litbang setidaknya perlu dibagi dua, yaitu lembaga yang menangani riset dan lembaga yang mengurusi inovasi. “Pencampuradukan lembaga riset dan lembaga riset dan inovasi membuat upaya mendorong inovasi semakin sulit. Padahal inovasi dibutuhkan guna mendorong ekonomi Indonesia bergerak dari ekonomi berbasis efisiensi menjadi ekonomi berlandasan inovasi. Tanpa itu sulit mendorong ekonomi tumbuh tinggi lebih dari 8 persen,” katanya.

Secara terpisah, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko memilih menunggu keputusan final pemerintah terkait penataan lembaga litbang, sebuah wacana yang sudah bergulir lebih dari tujug tahun. LIPI tidak mempermasalahkan bentuk lembaga baru yang dipilih pemerintah sepanjang punya pertimbangan matang.

“Persoalan fundamental riset Indonesia adalah belum tercapainya eritical mass atau standar minimum untuk riset dan inovasi,” katanya. Kondisi itu terjadi karena kecilnya jumlah peneliti, terbatasnya anggaran, kurang memadainya infrastruktur riset, kebijakan yang kurang mendukung, hingga koordinasi lintas sektor yang menjadi masalah kronis beberapa dekade. (IFR/Harian Kompas)

Join The Discussion