News

Tidak Adanya Kelanjutan Penelitian Arkeologi Membuat Candi Bojongemas semakin Terlupakan

Dikutip dari pikiran-rakyat.com, sejumlah anak berseragam olah raga sekolah dasar, tampak asyik bermain di antara tumpukan batu yang dikelilingi pagar bambu di pinggir Jalan Bojongemas, Desa Bojongemas, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, Jumat, 27 September 2019. Jika tidak ada plang cukup besar yang memuat keterangan, mungkin tidak akan ada yang menyadari bahwa tumpukan batu tersebut merupakan situs candi bersejarah yang merupakan warisan budaya bangsa ini.

Ya, situs tersebut adalah Candi Bojongemas yang kini kondisinya semakin mengkhawatirkan. Selain sejumlah barang yang hilang, tidak adanya penataan yang baik membuat situs tersebut lebih tampak seperti reruntuhan bangunan yang hancur akibat bencana.

Salah seorang warga, Sartika (50) mengatakan, candi tersebut sudah ada di lokasi tersebut sejak dirinya belum lahir. “Dulunya wilayah sekitar candi merupakan hutan dan tepat berada di pinggir Sungai Citarum,” ujar laki-laki yang akrab disapa Ikok itu.

Ikok menambahkan, letaknya yang cukup jauh dari jalan dan di tengah hutan, membuat dulunya hampir tak ada warga yang berani mendekati situs candi tersebut. Namun pembangunan yang gencar sejak 35 tahun lalu, membuat wilayah hutan di sekitar candi tak lagi “perawan”.

Ruas jalan pun mulai terbuka melewati situs candi tersebut sehingga mulai ramai orang yang mengetahui keberadaannya. Sayang perubahan itu pun membuat sejumlah barang bersejarah di candi tersebut hilang tanpa jejak.

“Dulu di sekitar candi ada banyak arca berbentuk monyet, anjing dan sebagainya. Selain itu ada juga peralatan pengolahan padi kuno seperti alu, jubleg dan lesung,” kata Ikok.

Barang-barang tersebut, kata Ikok, tersebar dengan jarak sekitar 50 meter dari situs utama batu-batu candi. Namun Ikok dan warga tak mengetahui ke mana barang-barang itu sekarang atau siapa yang mengambilnya.

Ikok menegaskan, kini Candi Bojongemas pun tak lagi terlihat sebagai situs bersejarah. Apalagi di sekitarnya kini sudah ramai berdiri bangunan perumahan dan pabrik bata merah sebagai bukti maraknya privatisasi lahan di lokasi tersebut.

Sementara itu Kepala Bidang Budaya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dsiparbud) Kabupaten Bandung Aten Sonadi mengatakan, pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga situs-situs cagar budaya di wilayahnya. Namun sejauh ini pengelolaan terkendala status lahan di sekitar situs-situs tersebut, termasuk situs Candi Bojongemas dan Candi Bojongmenje.

Menurut Aten, lahan situs Candi Bojongemas merupakan milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam karena berada di wilayah aliran Sungai Citarum. Sedangkan Candi Bojongmenje merupakan lahan milik masyarakat.

Terkait upaya untuk mengakuisisi lahan tersebut, Aten mengaku pihaknya masih harus berkoordinasi terkait kewenangan pengelolaan situs dengan pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pusat. Jika memang kewenangan itu berada di Pemkab Bandung, maka pihaknya bukan tidak mungkin akan membeli lahan tersebut agar bisa dikelola secara optimal.

Hal serupa juga terjadi dengan sekitar 111 lokasi baru yang diduga termasuk ke dalam situs cagar budaya di Kabupaten Bandung. “Kenapa statusnya masih diduga, karena cagar budaya harus ada penetapan dari pemerintah pusat,” ujarnya.

Menurut Aten, 111 lokasi diduga situs cagar budaya tersebut sudah didaftarkan ke pemerintah pusat. Namun sampai saat ini belum ada penetapan, apalagi pembagian kewenangan.

Meskipun demikian, Aten menegaskan bahwa pihaknya akan merumuskan program khusus berupa festival seni budaya di situs-situs termasuk Candi Bojongmenje dan Bojongemas. Dengan begitu setidaknya, masyarakat mengatahui dan ikut menjaga serta melestarikan situs yang bisa jadi merupakan sejarah budaya peradaban masyarakat Kabupaten Bandung.

Selain itu di setiap situs, juga ditugaskan seorang juru pelihara untuk menjaga dan melindunginya dari tangan-tangan jahil yang sebelumnya pernah membuat sejumlah barang peninggalan sejarah di tempat itu hilang tanpa jejak.

Dihubungi terpisah, peneliti senior dari Balai Arkeologi Bandung Lutfi Yondri mengatakan, penelitian terkait Candi Bojongmenje terakhir kali dilakukan pada 2002. “Setelah itu tidak ada lagi penelitian lanjutan,” ujarnya.

Lutfi menyayangkan tidak adanya kelanjutan dari studi terhadap Candi Bojongmenje. Padahal, candi tersebut sangat penting untuk membuka tabir peradaban tinggi di tatar sunda di masa lampau.

Di Jawa Barat, kata Lutfi, sebenarnya sudah ada temuan Candi di Kabupaten Karawang serta candi di Garut. Namun untuk dataran tinggi Bandung, temuan situs Candi Bojongmenje merupakan yang pertama dan terbesar.

Lutfi berharap, Pemprov Jabar bisa melanjutkan studi terkait Candi Bojongmenje. Soalnya jika mengandalkan pemerintah pusat melalui Balai Arkeologi, jelas tidak akan bisa terfokus.

“Balai di pusat membawahi empat provinsi seperti Balai Arkelologi Bandung dan Serang. Oleh karena itu fokusnya terbagi. Sedangkan untuk Balai Nilai Budaya Jabar bisa lebih fokus penuh,” tutur Lutfi.

Join The Discussion