News

Tantangan Lembaga Litbang Pemerintah

Bagi suatu bangsa, penelitian dan pengembangan teknologi merupakan kegiatan sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Tujuan dari organisasi penelitian adalah untuk menghasilkan produk penelitian yang diperlukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Karena itu, lembaga penelitian memerlukan sumber daya yang besar. Baik itu sumber daya untuk tenaga ahli, pendanaan, dan fasilitas yang diperlukan. Selain itu, penelitian tersebut harus bisa memperoleh biaya yang cukup untuk menghasilkan produk penelitian dan pengembangan secara tuntas sampai ke tahap komersial.

Lembaga penelitian yang dibiayai pemerintah seharusnya berpola pikir yang sama dengan lembaga penelitian swasta. Eksistensi dari lembaga tersebut tergantung dari keberhasilannya dalam menghasilkan produk yang diminta pemerintah. Suatu ungkapan mengatakan bahwa lembaga penelitian yang mandul tanpa produk yang jelas dijuluki sebagai vampire institute karena dibiayai dari darah dan keringat rakyat tapi tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Bagaimana halnya dengan lembaga penelitian dan pengembangan atau litbang pemerintah di Indonesia? Ada kebijakan baru bahwa Balitbang dituntut agar mandiri. Semisal menjadi lembaga yang menghasilkan teknologi yang dapat dimanfaatkan ataupun dibeli industri atau masyarakat, sehingga juga diperoleh dana untuk membiayai lembaga penelitian tersebut. Instansi Pemerintah yang lain pun dapat membeli hasil litbang tersebut, seperti data, informasi, dan kajian kebijakan, baik secara kontraktual atau melalui mekanisme lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan layanan litbang yaitu dengan mengenalkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Fleksibilitas yang diberikan antara lain dalam pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, pengadaan barang atau jasa, serta pengelolaan aset.

Pemikiran menjadi BLU

Reformasi keuangan negara telah mengubah basis penganggaran menjadi berbasis kinerja. Hal ini dimaksudkan agar setiap pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari APBN harus dapat memberikan output yang bermanfaat. Salah satu bentuk perubahan paradigma tersebut adalah dengan mewirausahakan pemerintah (enterprising the government). Hasil reformasi keuangan tersebut adalah terbentuknya BLU, sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Reformasi tersebut telah merubah paradigma pengelolaan keuangan sektor publik demi penciptaan layanan publik yang berorientasi pada hasil (result-based performance) dan pencapaian kepuasan pelanggan.

Perkembangan satuan kerja (satker) litbang yang menjadi BLU tidaklah terlalu banyak. Baru ada 6 satker dari 17 satker kategori BLU bidang layanan lainnya. Ini jelas memperihatinkan. Benyamin Lakitan dalam artikelnya Indikator Kinerja lembaga Litbang di Era Informasi Terbuka, menilai litbang dianggap belum mampu memberikan kontribusi yang nyata dan signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat dan memajukan peradaban bangsa. Padahal menurutnya tujuan BLU selaras dengan tujuan litbang.

Lebih dalam lagi, orientasi riset yang selama ini berjalan di sebagian besar lembaga litbang pemerintah belum terfokus pada upaya memberikan kontribusi nyata terhadap upaya dalam memenuhi kebutuhan ataupun menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat, pemerintah, atau dunia usaha. Keadaan yang ada menunjukkan bahwa riset memerlukan pendanaan yang besar dan juga waktu yang lama. Lebih ironis lagi, terkadang hasilnya tidak sesuai dan tidak memenuhi keinginan masyarakat atau penggunanya.

Menurut Djoko Hendratno, Direktur Pengelolaan Keuangan (PPK) BLU, Kementerian Keuangan, tantangan dalam pengelolaan BLU, lebih banyak dari sisi internal pemerintah sendiri. Hal ini terjadi karena adanya pemikiran bahwa dengan terbentuknya BLU maka pendapatan BLU menjadi sesuatu di luar sumber daya pembangunan. Mereka beranggapan bahwa penggunaan pendapatan secara langsung tidak memberikan kontribusi terhadap pemerintah. Padahal justru dengan keleluasaan tersebut, dimana BLU juga merupakan satuan kerja pemerintah dan tentunya dalam penggunaan pendapatannya, hanya diperuntukkan untuk meningkatkan layanan terhadap masyarakat.

Terkait dengan tantangan BLU litbang menyangkut besarnya pendanaan yang harus dikeluarkan untuk membiayai suatu riset, maka BLU dapat memaksimalkan ragam potensi yang dimilikinya agar dapat menjadi sumber pendapatan yang sah. Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset pada BLU memberikan kepastian hukum dan fleksibilitas bagi BLU dalam mengelola asetnya. Aturan tersebut menjadi landasan bagi BLU dalam mengoptimalkan pemanfaatan aset yang dimiliki dan juga mendukung peningkatan pendapatan dalam rangka membiayai pengeluarannya.

Satker Pusat Pelayanan Teknologi (Pusyantek) BPPT menjadi Satker PPK BLU pada tahun 2007 sebagai unit Penyedia Layanan Barang dan Jasa Lainnya. Produk layanan yang diberikan berupa pengembangan beragam produk inovasi hasil research, development, engineering and operation. Meskipun Satker BLU dibentuk tidak mencari keuntungan, akan tetapi agar dapat memberikan peningkatan layanan kepada masyarakat diperlukan surplus (saldo).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lemigas menjadi Satker Puslitbang pertama Kementerian ESDM yang mendapatkan izin sebagai BLU pada tahun 2009. Di kala kinerja jasa teknologi Lemigas menurun, salah satunya karena Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh tidak lagi bisa dimanfaatkan langsung, membuat arus kas operasional terganggu maka Lemigas memilih menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU. Lemigas membagi pelayanan berupa kajian, riset, jasa studi dan konsultasi, dan jasa laboratorium. Dengan penerapan PPK-BLU hasil PNBP mereka menjadi Rp 78,6 miliar pada tahun 2013 atau melesat 232% dari PNBP tahun 2008.

Join The Discussion