JAKARTA – Riset mengenai vaksin terus dikembangkan. Indonesia pun telah menjadi Center of Excellence (CoE) untuk vaksin dan produk bioteknologi bagi negara anggota organisasi kerjasama Islam (OKI).
Menurut data Kementerian Kesehatan, cakupan imunisasi measles rubella (MR) di luar Pulau Jawa hingga Senin lalu (21/8) mencapai 34,14 persen. Pemberian vaksin MR di luar Pulau Jawa terkendala polemik halal-haram. Pada Fatwa MUI nomor 33 tahun 2018 pada poin ketiga, membeberkan jika vaksin MR ini diperbolehkan. Salah satu sebabnya karena belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.
Usaha untuk membuat vaksin yang aman terus dilakukan. Tidak hanya pemerintah saja, namun juga para peneliti Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Prof Nidom Foundation (PMF). Lembaga penelitian tersebut tengah meneliti proses hulu pembuatan vaksin.
”Dekade terakhir yang menjadi isu pokok dalam penelitian adalah bahan pembawa yang bisa merugikan jangka panjang. Misalnya timbul kelainan. Isu lainnya adalah kehalalan,” kata Prof Chairul Anwar Nidom, pendiri PMF, kemarin (22/8). Pihaknya tengah merintis penggunaan sel ikan untuk proses awal pembuatan vaksin. Sel ikan ini digunakan untuk mengganti sel dari anjing, janin, atau monyet yang dinajiskan.
Vaksin yang dikembangkan bermacam-macam. Salah satunya adalah untuk influenza. Penelitian yang dilakukan PNF menurut Nidom juga menggandeng beberapa pihak. Diantaranya adalah dari Universitas Lausanne, Swiss.
Head of Corporate Communications PT Bio Farma N Nurlaela Arief juga menjelaskan bahwa pihaknya tengah meneliti masalah vaksin. ”Kami berupaya agar produk vaksin MR tersebut tidak menggunakan bahan yang berasal dari unsure haram atau najis dalam prosesnya,” tuturnya.
Dia mengatakan bahwa riset untuk membuat vaksin anyar memerlukan waktu panjang. Setidaknya 15 hingga 20 tahun untuk menemukan vaksin dengan komponen yang baru.
Selain itu Direktur Utama PT Bio Farma telah menjadi wakil ketua kelompok produsen vaksin (VMG) OKI. Pada Desember tahun lalu, pertemuan Islamic Conference of Health Ministers (ICHM) ke-6 di Jeddah telah menunjuk Indonesia sebagai Centre of Excellence (CoE) produksi vaksin dan produk bioteknologi.
Keberadaan The OIC CoE dimaksudkan untuk mendukung penelitian dan pengembangan vaksin dan sediaan biologis. Tujuannya tentu mengantisipasi wabah penyakit yang tidak dapat diprediksi. Dalam pelaksanaannya, CoE akan menjadi sentra aktifitas pengembangan vaksin dan produk bioteknologi, serta menjadi forum kolaborasi para peneliti dalam melakukan inovasi dan berbagi pengetahuan terkait proses produksi di bidang vaksin dan produk bioteknologi. ”CoE diharapkan dapat menghasilkan penelitian dan pengembangan yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh anggota di masa mendatang,” kata Menteri Kesehatan Nila Moelek. (IFR/Radarsukabumi.com)