Sejarah kemajuan abad modern membuktikan bahwa riset merupakan bagian penting bahkan menadi driver bagi kemajuan teknologi yang membawa berbagai kemajuan pada aspek kehidupan. Revolusi industri terjadi dalam priode 1760-1814 yang membawa revolusi kemajuan kehidupan dunia, dipicu oleh inovasi-novasi yang dihasilkan riset. Demikian juga revolusi hijau (green revolution) dalam priode 1950-1980 yang membeskan masyarakat dunia dari ancaman kelaparan, juga terjadi melalui inovasi-inovasi teknologi dan kelembagaan pertanian yang dihasilkan oleh kegiatan riset. Riset inovasi menjadi tulang punggung pembangunan dan menentukan keberhasilan industrialisasi.
Keberhasilan pengembangan 4 berondol kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (1848), menjdi usaha kebun sawit komersial (1911), menjadi 11 juta hektar kebun sawit Indonesia bahkan menjadi megasektor sawit saat ini, adalah hasil dari riset yang berkesinambungan. Para riset sawit mulai dari AVROS (1916-1957) kemudian menjadi Research Institute The Sumatera Planters Association/RISPA (1957-1968), lalu menjadi Balai Penelitian Perkebunan Medan/BPPM (1968-1987) Kemudian menjadi Pusat Penelitian Perkebunan (1987-1993) dan sejak tahun 1993-sampai saat ini menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah banyak menghasilkan inovasi-inovasi yang membawa revolusi sawit Indonesia seperti saat ini.
Dukungan riset dan periset sawit belum selesai dan tidak pernah berakhir. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, tahap industrialisasi sawit Indonesia masih pada fase permulaan yakni memanfaatkan kelimpahanan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang belum terampil (fase factor-driven). Tugas riset dan periset sawit kedepan adalah membawa industri sawit yang sudah menjadi Megasektor sawit itu, ke fase industrialisasi yang lebih maju yakni memanfaatkan barang modal-teknologi (embodied tecnolgy) dan SDM yang trampil (fase capital-driven) dan selanjutnya memanfaatkan ilmu pengetahuan dan SDM kreatif (fase innovation-driven). (GAPKI)