Dalam setiap percakapan di kampus, para dosen dan teman sebaya tak jarang menyarankanmu untuk menemukan passion. Saran tersebut tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak benar-benar harus kamu ikuti. Apa alasannya?
Alasannya yaitu, seolah-olah kamu dilahirkan hanya memiliki bakat dan minat pada hal tertentu saja. Lantas, bakat dan minat yang tercakup dalam passion itu, dalam perjalanan hidupmu, harus ditemukan. Setelah ditemukan, kamu menekuninya dan mengabaikan minat yang lain.
Padahal, menurut temuan riset terbaru O’Keefe, Dweck, dan Walton (2018) yang berjudul ‘Implicit Theories of Interest: Finding Your Passion or Developing It?’, orang menemukan passion itu berisiko membuatnya kehilangan motivasi ketika passion tersebut makin sulit dijalani.
Ketiga peneliti itu mengibaratkan, “Mendesak orang untuk menemukan passion mereka dapat mengarahkan mereka untuk meletakkan semua telur mereka dalam satu keranjang tetapi kemudian menjatuhkan keranjang itu ketika telur itu jadi sulit untuk dibawa.”
Ibarat tersebut sama dengan cinta. Orang-orang akan melihat kencan sebagai sebuah upaya untuk menemukan cinta. Namun, ketika suatu saat ada masalah dengan kencan tersebut, orang bisa dengan mudah memutuskan hubungan.
Menurut riset ini, ada dua macam passion manusia secara teoretis, yaitu relatif tetap sejak lahir (fixed) dan berkembang (growth).
Pada passion yang relatif tetap, orang-orang berusaha untuk mencari passion yang membuat mereka kemudian menekuni satu hal, lalu tak mengindahkan yang lain. Adapun pada passion yang berkembang, orang-orang akan selalu membuka pintu untuk semua hal yang menarik perhatian mereka dan mereka menyadari bahwa proses trial and error adalah wajar.
Riset ini melibatkan 470 mahasiswa yang diteliti untuk lima eksperimen. Eksperimen terakhir menunjukkan orang-orang bisa kehilangan ketertarikan menekuni passion ketika menemui kesulitan dalam menjalaninya.
Dalam eksperimen itu, mula-mula para mahasiswa ini diminta untuk menonton video tentang bagaimana alam semesta terbentuk. Video ini dibuat menarik oleh pembikinnya, The Guardian, untuk menjangkau audiens umum. Mayoritas mahasiswa menganggap bahwa video tersebut menarik bagi mereka.
Setelah menonton video, para mahasiswa diminta untuk membaca halaman pertama artikel jurnal tentang Lubang Hitam dari majalah Science. Bacaan ini punya topik serupa dengan video tadi, tapi lebih berat dicerna karena menggunakan bahasa ilmiah.
Dari situ terlihat adanya perbedaan kecondongan antara mahasiswa yang punya fixed passion dan growth passion. Mahasiswa fixed passion cenderung kehilangan ketertarikannya terhadap bacaaan tersebut. Sedangkan mahasiswa growth passion punya sedikit kecondongan untuk menyerah.
Dari riset ini, kita melihat perlunya mengembangkan passion sesulit apapun situasinya. Menemukan passion dan berhenti mencoba hal baru membuat kamu enggak mau lepas dari zona nyaman. Jangan batasi dirimu untuk berkembang dengan situasi-situasi baru yang lebih menantang! (kumparan.com)