News

Riset Mengeluarkan Indonesia dari Jebakan Kemiskinan

JAKARTA – Kurangnya riset sosial di dalam negeri menyebabkan banyaknya kebijakan yang tak didasarkan pada riset ilmiah sehingga kerap gagal dalam penerapannya. Misalnya, kebijakan nasional tahun 2013 menyalurkan bantuan 1.000 kapal ukuran 30 tonase yang mangkrak karena tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan. Hal itu tentu akan merugikan perekonomian bangsa.

Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain mengatakan, kontribusi ilmu sosial di Indonesia dalam pembangunan minim. Padahal, kontribusi ilmu sosial dibutuhkan, terutama untuk melepaskan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Menurut Iskandar, pendapatan penduduk per kapita di Indonesia cenderung stagnan. Pada 2004, pendapatan per kapita kita rata-rata 3000 dollar Amerika Serikat (AS), dan kini masih 3.600 dollar AS. Situasi ini mirip dengan Peru yang selama 50 tahun terjebak sebagai negara berpendapatan menengah.

“Kalau bercermin pada Taiwan dan Korea Selatan, mereka bisa keluar dari jebakan itu berkat kemajuan dalam ilmu pengetahuan yang melahirkan kekayaan inovasi,” katanya saat acara Konfrensi Internasional Ilmu Sosial dan Humaniora ke I di Jakarta pada Selasa, (18/10)

Selain ditopang riset dan inovasi, negara-negara yang bisa lepas dari jebakan itu adalah yang mampu membangun relasi produktif di kalangan publik dengan swasta. Masalahnya, di Indonesia masih ada jurang pemisah antara peneliti dan industri. Diantaranya, peneliti belum memikirkan murah-mahalnya biaya jika inovasinya diproduksi secara massal, sebaliknya industri enggan berinvestasi pada sesuatu yang bersifat jangka panjang dengan risiko kegagalan besar.

“Peneliti sosial bisa berkontribusi demi menyamakan paradigma peneliti dan industri, serta mengkaji kebijakan tepat yang diambil pemerintah agar riset di industri berkembang. Untuk itu, perlu pendekatan multidisiplin antara ilmuwan sosial dan disiplin ilmu pasti, ” ujarnya. (IFR/Harian Kompas)

 

Join The Discussion