JAKARTA – Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, ancaman gempa dan tsunami di Indonesia bagian timur lebih tinggi dibanding Indonesia bagian barat. Namun, riset mengenai hal itu masih tergolong rendah.
“Namun riset kebencanaan tentang gempa dan tsunami di Indonesia Timur masih sangat minim,” kata Sutopo, Kamis (29/12).
Ia menyebut kejadian gempa sekaligus tsunami yang terjadi di Ambon pada 1674. Gempa kala itu memicu tsunami setinggi 80-100 meter. Kejadian ini mengakibatkan 2.243 jiwa meninggal.
Peristiwa lainnya, kata Sutopo, terjadi di Ende, Flores, pada 1993. Gempa berkekuatan 7,8 skala richter itu juga diikuti dengan bencana tsunami.
“Gempa diikuti longsor bawah laut yang akhirnya memicu tsunami yang menyebabkan 2600 jiwa meninggal,” tambahnya.
Berdasarkan kejadian sebelumnya, ia menilai kajian penelitian untuk mengantisipasi bencana alam yang terjadi di Indonesia bagian timur perlu dilakukan secara mendalam. “Kami perlu kajian penelitian untuk Indonesia bagian timur,” katanya.
Sutopo menyampaikan, pihaknya terus melakukan upaya untuk meningkatkan riset dan pendataan di Indonesia Timur. Karena itu, katanya, Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) dibangun baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
“Kami latih, kami bantu radio komunikasi, kami bantu kapasitasnya, manajerialnya, sehingga pelaporan (data) bisa dilakukan dengan cepat,” ujar Sutopo.