VIVA – Informasi yang disampaikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) baru-baru ini menuai kontroversi. Itu karena riset tersebut memaparkan potensi gelombang Tsunami di wilayah Pantai Pandeglang, Banten.
Pakar Hukum Pidana, Syaiful Bakhri, menyampaikan kajian yang disampaikan BPPT sebagai lembaga pemerintah adalah hal biasa. Sehingga ia berpendapat, jika ada laporan itu berbuntut masalah hukum tidak bisa ditindaklanjuti.
“Tidak bisa (dipidana) karena ada kebebasan akademik untuk membuat sebuah riset. Tujuannya tentu kebaikan, (seperti) mitigasi katakanlah untuk kebijakan, siapa yg menggunakan riset itu,” ujar Syaiful di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 9 April 2018.
Seperti diketahui, Polda Banten tengah menelisik beredarnya kabar Tsunami yang dilansir oleh BPPT.
Mereka akan memanggil institusi itu, berikut pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang terlibat sebagai penyelenggara dalam seminar soal potensi Tsunami setinggi 57 meter tersebut.
Baru Kajian Awal
Menurut Syaiful, tidak ada yang salah atas riset dari BPPT apalagi hal ini dapat membuat rekomendasi bagi pihak-pihak lain untuk mewaspadai risiko bencana. “Mestinya sebuah perbaikan dalam membuat kebijakan, mestinya seperti itu,” kata dia.
“Kalau penggunanya pemerintah masak dipidanakan? Keresahan itu hasil riset yang mungkin dipublish untuk tujuan politik. Itu yang tidak boleh,” imbuh Syaiful yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta tersebut.
Sebelumnnya, Peneliti Tsunami dari Balai Pengkajian Dinamika Pantai BPPT, Widjo Kongko, mengatakan, informasi potensi tsunami yang disampaikannya hanya hasil kajian awal dengan menggunakan data resomusi rendah sumber tsunami dari gempa Bumi di tiga titik potensi gempa megathrust.
Ketiganya, Widjo menuturkan adalah Enggano, Selat Sunda serta Jawa Barat dan Tengah. “Saya tidak menjelaskan prediksi terjadinya tsunami di Banten. Tapi potensi betul. Jadi, itu kajian awal dari simulasi model komputer dan untuk konsumsi akademis,” kata dia di Jakarta, Jumat, 6 April 2018. (VIVA.CO.ID)