News

Riset: Akibat banjir, Indonesia merugi US$ 453 M

JAKARTA. Sekitar 86% praktisi keberlanjutan lintas sektor di Indonesia percaya bahwa cuaca ekstrem dan perubahan iklim dapat memberikan dampak yang signifikan pada perekonomian negara. Pernyataan tersebut merupakan hasil dari sebuah studi yang dilakukan Grundfos serta Riset dari Eco-Business.

Studi tersebut menyurvei 417 para pemimpin industri keberlanjutan di Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Dalam studi tersebut dibahas perubahan iklim dan meningkatnya suhu global diperkirakan berdampak pada tinggi permukaan laut dan intensitas curah hujan, menciptakan permasalahan yang cukup serius untuk daerah tropis seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Berdasarkan laporan Organization for Economic Co-operation and Development, pada tahun 2070, kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Palembang, Surabaya, dan Makassar diproyeksikan akan kehilangan aset senilai total US$ 453 miliar yang disebabkan oleh cuaca buruk seperti banjir. Jakarta diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar US$ 321 miliar.

Hasil penelitian ini juga memperkuat data tersebut dengan menyatakan bahwa 60% responden percaya Indonesia akan menghadapi kondisi cuaca dan iklim yang jauh lebih ekstrem pada dekade berikutnya. Sebanyak 46%-48% responden juga merasa bahwa Indonesia belum secara efektif melengkapi diri untuk menghadapi perubahan iklim ataupun mengalokasikan sumber daya dan pendanaan yang memadai untuk mengurangi ancaman bencana tersebut.

Tim Hill, Research Director di Eco-Business Research, mengatakan, menurut para responden, suhu rata-rata dan curah hujan telah meningkat di Indonesia. “Mereka juga merasa bahwa musim hujan dan musim kemarau menjadi kurang bisa diprediksi. Sementara Pemerintah Indonesia menjalankan berbagai solusi mitigasi banjir, responden merasa ada kebutuhan akan lebih banyak sumber daya dan dana untuk diinvestasikan di area ini. Peningkatan partisipasi masyarakat juga dibutuhkan, terutama dalam pembebasan lahan dan pengelolaan lingkungan,” tutur Tim dalam keterangan pers, Selasa (24/10)

Tim juga menekankan bahwa kolaborasi lebih lanjut antar kementerian dan lembaga di Indonesia diperlukan untuk memastikan perencanaan terpadu demi pengelolaan banjir yang efektif. Responden juga menyarankan adanya kolaborasi lintas batas geografis dengan negara-negara tetangga karena risiko perubahan iklim juga dihadapi oleh sebagian besar negara di Asia Tenggara. (KONTAN)

 

Join The Discussion