News

Riset: 100 Ribu Orang Utan Dibunuh Selama 16 Tahun

Sebuah penelitian yang dilakukan ilmuwan selama 16 tahun sejak 1999 menemukan lebih dari 100 ribu orang utan di Kalimantan dibunuh. Besarnya angka kematian orang utan itu disebut “tidak masuk akal”.
 
Jumlah itu, menurut Maria Voigt dari Institut Antropologi Evolusioner Max Planck di Jerman yang memimpin penelitian tersebut, menyiratkan besarnya angka orang utan yang dibantai.
 
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Current Biology itu mengungkapkan, deforestasi yang terjadi akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan penebangan pohon untuk kertas menjadi penyebab utama kematian orang utan.
 
Namun, penelitian itu juga menunjukkan bahwa primata tersebut juga mati di daerah yang masih lebat hutannya.
 
Banyak dari orang utan yang mati akibat dibunuh oleh para pemburu. Orang utan tersebut diburu karena dianggap telah merusak tanaman penduduk.
 
“Kami tidak memperkirakan bahwa kerugiannya begitu besar di hutan, jadi (riset) ini mengonfirmasi bahwa perburuan adalah masalah utama,” kata Profesor Serge Wich dari Universitas Liverpool John Moores, Inggris, dilansir BBC, Senin (19/2).
 
Orang utan yang berada di perkebunan penduduk dianggap merugikan karena akan memakan buah-buah yang ada di perkebunan tersebut. Namun, menurut Wich, orang utan tersebut tidak perlu dibunuh sebab tidak berbahaya.
 
Jika keadaan itu dibiarkan, maka jumlah orang utan akan terus menyusut. Dari akibat penggundulan hutan dalam 35 tahun ke depan, misalnya, para ilmuwan memprediksi akan ada 45 ribu orang utan yang mati.
 
Untuk itu, Wich meminta pemerintah Indonesia dan Malaysia memperhatikan persoalan ini. Sampai saat ini, penelitian tersebut menunjukkan eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan dilakukan “di level yang tidak berkelanjutan”.
 
Penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit merupakan penyebab utama hilangnya habitat primata itu.
 
Menurut Dr. Emma Keller dari lembaga konservasi dan perlindungan spesies langka World Wildlife Fund (WWF) mengatakan, konsumen minyak sawit harus “memberi tekanan” pada perusahaan untuk berkomitmen menciptakan hutan yang berkelanjutan.
 
Mengacu pada sistem sertifikasi yang dikenal dengan Round Table on Sustainable Palm Oil (RSPO), Dr. Keller menyebut bahwa standar pemanfaatan alam secara keberlanjutan “terus diperbarui”.
 
“Tujuan besar sekarang adalah untuk melarang penebangan hutan secara menyeluruh dan tidak menanam di lahan gambut,” kata Dr. Keller. (KUMPARAN.COM)
 

Join The Discussion