News

RI dan Inggris Gelontorkan Rp 37 M untuk 6 Riset Terkait Penyakit Menular

Dikutip dari detik.com, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kememistekdikti) bersama Departemen Bisnis, Energi, dan Strategi Industri Inggris melalui Newton Fund menyiapkan Rp 37 miliar untuk mendanai enam penelitian terbaik di bidang penyakit menular. Pendanaan riset diberikan selama tiga tahun pada 2019-2021.

“Ini adalah yang sangat prestisius menurut saya karena ini ditandatangani di hadapan peradaban menteri kerajaan Inggris. Itulah merupakan kebanggaan Indonesia, khususnya Kemenristekdikti, telah melakukan kerja sama yang sampai sekarang berjalan dengan baik,” kata Menristekdikti M Nasir.

Nasir menjelaskan, awalnya tim pengkaji dari Indonesia dan Inggris menerima 22 proposal penelitian. Tim kemudian memilih 18 proposal untuk didiskusikan dalam panel meeting pada November 2018.
Pernyataan itu disampaikan Nasir saat konferensi pers peluncuran kerja sama riset penyakit menular Indonesia-Inggris melalui Program Newton Fund antara Medical Research Council (MRC) dan Kemenristekdikti di Gedung D Kemenristekdikti, Jalan Jenderal Sudirman, Tanah Abang, Jakarta, Senin (13/5/2019).

Setelah melalui serangkaian proses, tim memutuskan enam proposal yang akan didanai bersama dengan total dana Rp 37 miliar.

“Kalau kita perhatikan dari awalnya 22 diseleksi menjadi 18, 18 diseleksi menjadi 6. Mudah-mudahan dalam hal ini bisa menghasilkan riset yang lebih baik. Riset kita dengan Kerajaan Inggris yaitu pada 6 bidang,” ujar Nasir.

Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Moazzam Malik, mengatakan tujuan utama kerja sama ini adalah membangun masa depan Indonesia yang lebih baik. Menurut Moazzam, pembangunan sumber daya manusia sangat penting bagi Indonesia.

“Jadi saya kira kami berpotensi jadi mitra utama untuk Indonesia, thaninvestasi di sumber daya manusia itu sangat penting, mungkin yang utama untuk masa depan Indonesia,” kata Moazzam.

Moazzam menjelaskan, Inggris merupakan salah satu negara dengan kualitas riset dan pendidikan yang sangat baik. Universitas-universitas di Inggris, menurut Moazzam, sudah bertaraf internasional.

“Tujuan kami adalah untuk menjadi mitra utama untuk Indonesia di bidang pendidikan tinggi dan riset. Karena di universitas-universitas Inggris sudah bertaraf internasional hampir seluruhnya bagian terbaik di dunia. Jadi 18 dari 100 universitas terbaik di dunia terletak di Inggris,” ujar dia.

“Bidang sains dan riset Inggris menempati posisi kedua dunia, 54% hasil penelitiannya masuk ke dalam kategori terbaik dunia. Hasil riset Inggris dikutip lebih banyak, bila dibandingkan dengan hasil riset negara lainnya. Tiga puluh delapan persen (38%) peraih Nobel sekolah di Inggris. Saya bangga kami bisa bermitra dengan ilmuwan di Indonesia untuk menghadapi isu penting di bidang kesehatan. Saya harap riset-riset terpilih ini berguna bagi masyarakat Indonesia dalam menangani penyakit menular yg mematikan,” pungkas Moazzam.

Enam riset yang terpilih antara lain:

Pertama, Cathelicidins As Novel Therapeutic Antivirals For Dengue Infection. Riset ini bertujuan menguji molekul cathelicidins yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh manusia, apakah molekul ini dapat dimodifikasi untuk memerangi demam berdarah. Peneliti utama dari Indonesia adalah Dr Anom Bowolaksono dari Universitas Indonesia dan dari Inggris adalah Dr Peter Barlow dari Edinburgh Napier University. 

Kedua, pathogen exchange at the human wildlife interface a comprehensive molecular study on vector-borne disease in rural Sulawesi. Riset ini bertujuan memahami peran interaksi binatang dan manusia dalam penyebaran penyakit menular seperti malaria. Peneliti utama dari Indonesia adalah Dr Isra Wahid dari Universitas Hasanuddin dan dari Inggris adalah Dr Janet Cox-Singh dari University of St Andrews. 

Ketiga, feasibility, acceptability and impact of an innovative, tailored HIV prevention intervention for MSM at high-risk of HIV in Indonesia. Riset ini bertujuan menyelidiki pencegahan HIV yang inovatif, baik melalui pelayanan deteksi yang memadai, juga penanganan yang cepat bagi masyarakat yang sudah terkena dampak HIV. Peneliti utama dari Indonesia adalah Professor Irwanto dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan dari Inggris adalah Dr Keerti Gedela from University of Chelsea & Westminster Hospital NHS Foundation Trust. 

Keempat, using host-responses and pathogen genomics to improve diagnostics for tuberculosis in Bandung, Indonesia. Untuk mengontrol tuberkulosis, riset ini bertujuan mengidentiflkasi pasien tuberkulosis sejak dini dan meningkatkan pengawasan pada masa pengobatan. Kapasitas analisa akan ditingkatkan, dan pembangunan teknologi tepat akan dikembangkan. Peneliti utama dari Indonesia adalah Professor Ida Parwati dari Universitas Padjadjaran dan dari Inggris adalah Professor Taane Clark dari the London School of Hygiene & Tropical Medicine. 

Kelima, improving diagnosis of brain infections in Indonesia using novel and established molecular diagnostic tools. Riset ini bertujuan menyelidiki pemakaian peralatan molekuler yang dapat meningkatkan diagnosa penderita infeksi otak di Indonesia. Peneliti utama dari Indonesia adalah Professor Tri Wibawa dari Universitas Gadjah Mada dan dari Inggris adalah Dr Michael Griffiths dari University of Liverpool. 

Keenam, point of care tests in the diagnosis of chronic and allergic aspergillosis. Diagnosis penyakit aspergillosis terbilang mahal dan memerlukan peralatan khusus. Riset ini bertujuan mengembangkan uji diagnosa yang lebih mudah dan terjangkau. Peneliti utama dari Indonesia adalah Dr Anna Rozaliyani dari Universitas Indonesia dan dari Inggris adalah Dr Chris Kosmidis dari University of Manchester. 

Join The Discussion