JAKARTA – Puslitbang Pembangunan dan Keuangan Daerah melaporkan hasil kajiannya mengenai Dampak Kebijakan Ekonomi Kreatif terhadap Pengembangan Produk Unggulan Daerah. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemanfatan sumber daya dan potensi di daerah yang kurang mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dan pusat.
Untuk itu, Puslitbang Keuda melakukan kajian di 3 Kabupaten/Kota untuk mengetahui seberapa besar potensi dan juga kendala yang dialami di daerah. Lokus kajian mereka pada Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Kota Bandung, Jawa Barat, dan Kabupaten Badung, Bali.
Dalam rangka mendukung potensi produk ekonomi kreatif daerah, sebenarnya pemerintah telah mendorongnya melalui payung hukum Inpres Nomor 6 tahun 2009 tentang Ekonomi Kreatif, Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Badan Ekonomi Kreatif serta Permendagri Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PUD). Namun ketiga daerah lokus kajian Puslitbang Keuda itu belum secara total mengaplikasikan bahkan mengetahui regulasi tersebut.
”Di Tapanuli Utara misalnya, pelaku usaha maupun pegawai Pemda masih banyak yang belum mengetahui regulasi tersebut. Pengembangan produk unggulan masih secara konvensional dan belum maksimal. Produk yang ada dan dianggap komoditas unggulan seperti kopi, kacang tanah sihobuk, kain ulos, dan gitar sipoholon belum didukung dengan adanya regulasi dari Pemda sebagai tindak lanjut dari kebijakan Ekraf dan PUD (Produk Unggulan Daerah),” terang Rosmawati Sidauruk, Ketua Tim Peneliti pada kajian tersebut
Berbeda dari Tapanuli Utara, Kota Bandung dan Kabupaten Badung sudah mengembangkan Inpress dan PUD dalam RPJMD (Rencana Program Jangka Menengah Daerah) mereka, terutama Kota Bandung. ”Di Bandung dampak pengembangan Ekraf: saat ini sudah ada 400 outlet industri kreatif dan dapat menyerap kurang lebih 334 ribu tenaga kerja dan memberikan kontribusi 11 persen untuk pertumbuhan ekonomi kota, artinya adanya pertumbuhan ekonomi secara positif dengan rata-rata pertumbuhan 5-7 persen per tahunnya,” kata Rosmawati
Namun sayangnya kebanyakan pelaku industri kreatif banyak yang mengeluh minimnya fasilitas yang didapatkan untuk mengembangkan usaha, sulit mengakses bantuan modal kepada perbankan. “Belum ada stimulus berupa kemudahan perizinan dan keringanan pajak yang dapat mendorong industri kreatif untuk tampil menjadi pengusaha handal,” terangnya.
Untuk itu, Rosmawati menyarankan pemerintah perlu membawa kolaborasi antara pengembangan ekraf dengan pengembangan PUD dalam bentuk Perpres, mengevaluasi peraturan pusat tentang persyaratan dalam perolehan hak paten yang berpihak kepada pelaku usaha. ”Optimalisasi pemberdayaan bagi pelaku usaha UMKM dan Koperasi terkait pengembangan Ekraf berbasis PUD dan kemudahan aksesibilitas terhadap perbankanyang difasilitasi oleh Pemda,” sarannya. (IFR)