News

Publikasi di Bawah Malaysia

SOLO — Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir menegaskan, pihaknya terus mendorong produktivitas publikasi ilmiah para guru besar di perguruan tinggi. Meski jumlah publikasi ini terus meningkat, Indonesia masih tertinggal di kawasan Asia Tenggara. Demikian disampaikan Nasir dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam Rangka Peringatan Dies Natalis Ke-41 UNS di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (11/3).

Menurut Nasir, jumlah publikasi ilmiah internasional dari perguruan tinggi di Indonesia saat ini terus meningkat, tetapi jumlahnya masih di bawah negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Nasir menyebutkan, tahun 2015 di Malaysia tercatat 28.000 publikasi internasional disusul Singapura (18.000) dan Thailand (11.000). Tahun lalu, publikasi ilmiah Malaysia menurun menjadi 26.000, Singapura juga turun jadi 17.000, sedangkan Thailand naik menjadi 13.000.

”Indonesia, (saat saya bertugas) sebagai menteri pertama (tahun 2014) hanya ada 4.200,” kata Nasir. Menurut dia, jumlah publikasi internasional Indonesia ditargetkan naik menjadi 6.250 pada 2016. ”Dari (target) 6.250 itu, ternyata alhamdulillah Indonesia melompat menjadi 9.989 (publikasi) di 31 Desember (2016). Per 9 Maret (2017) sekarang di angka 11.375,” ujarnya. Untuk mendorong peningkatan publikasi ilmiah internasional ini, Kemenristek dan Dikti melakukan sejumlah upaya, antara lain memperbaiki regulasi dan anggaran.
Prototipe dan inovasi
Nasir mengatakan, perguruan tinggi tidak cukup hanya melakukan riset dan menulis publikasi ilmiah. Publikasi ilmiah itu tak boleh berhenti di perpustakaan. ”Harus dikeluarkan dari perpustakaan menjadi prototipe dan inovasi yang bisa memberikan manfaat kepada masyarakat,” katanya. Ia menambahkan, saat ini ada lebih dari 4.400 perguruan tinggi di Indonesia. Jumlah ini lebih banyak dari perguruan tinggi di China, yakni 2.824 perguruan tinggi. Namun dari sisi kualitas, perguruan tinggi di Indonesia masih kalah dari China. ”Kalau perguruan tinggi makin banyak, itu akan bagus manakala diikuti kualitas.

Di Tiongkok, ada 18 perguruan tinggi yang masuk 500 besar terbaik di dunia. Sementara, Indonesia yang jumlahnya 4.400, yang masuk kelas dunia hanya dua,” tuturnya. Rektor UNS Ravik Karsidi menambahkan, produktivitas publikasi internasional terindeks Scopus—salah satu acuan Kemristek dan Dikti dalam mengategorikan jurnal internasional bereputasi tinggi—terus meningkat. Dari 503 publikasi internasional yang terindeks Scopus pada 2015, naik menjadi 904 pada 2016.

”Tahun 2017 ditargetkan peningkatan sampai 1.500 artikel terindeks Scopus dengan cara melakukan pendampingan/klinik jurnal bagi para dosen dan kewajiban publikasi bagi mahasiswa S-2 dan S-3,” katannya. Menurut Ravik, upaya peningkatan produktivitas di bidang riset dan penulisan ilmiah dilakukan melalui berbagai stimulus. Insentif publikasi, misalnya, diberikan sebesar Rp 25 juta per artikel yang terbit pada jurnal terindeks Scopus. (IFR/Harian Kompas)

Join The Discussion