Jakarta – Sejumlah aktivis menyuarakan kemarahan mereka setelah teknologi graphene yang dikembangkan Universitas Manchester, Inggris, ternyata disuplai ke sebuah manufaktur senjata di Israel. Graphene adalah sebuah konduktor panas terbaik dua dimensi yang terdiri atas satu lapis karbon atom. Teknologi itu dipuji karena kekuatannya, fleksibilitasnya, dan konduktivitasnya.
Kemarahan para aktivis bermula pada Oktober 2017, saat perusahaan teknik rekayasa Versarien, mengumumkan sebuah kesepakatan kerja sama dengan Industri Ruang Angkasa Israel atau IAI untuk melakukan uji coba sebuah graphene menurut materi dasarnya yang disebut Nanene.
Nanene telah dikembangkan para ilmuan di Universitas Manchester, Inggris, dan hak ciptanya pada 2014 jatuh kepada Versarien atau ketika perusahaan itu membeli sekitar 85 persen saham 2-Dtech Limited, sebuah perusahaan yang memutuskan hengkang dari riset graphene yang dilakukan Universitas Manchester. Sedangkan IAI diketahui memproduksi sejumlah teknologi militer, seperti sistem misil, jet tempur, serta pesawat tanpa awak atau drone, termasuk Harop, sebuah drone bunuh diri yang bisa bertahan di angkasa selama beberapa jam sebelum meluncur ke targetnya dan melepaskan tembakan.
“Apa yang kami miliki di sini adalah sebuah kemampuan untuk mengambil materi-materi dan memonitor dengan ketat dengan mitra kami di IAI. Bukan hanya jet tempur, tapi juga proyek-proyek pertahanan dan ruang angkasa,” kata CEO Versarien, Neill Ricketts, seperti dikutip dari situs Al-Jazeera, Jumat, 27 April 2018.
Mahasiswa asal Palestina yang sedang berkuliah di Universitas Manchester, Huda Ammori, menuturkan kepada Al-Jazeera bahwa mahasiswa dan akademikus tidak sadar bahwa mereka telah membantu penelitian yang menguntungkan perdagangan senjata api. Di kalangan universitas, penelitian mengenai graphene telah membawa keuntungan yang sangat besar, di antaranya menyediakan air minum bersih bagi jutaan orang. Namun penggunaan graphene di industri senjata telah menarik perhatian publik besar-besaran pada perdagangan senjata.
Ammori mengaku sangat malu karena uang kuliahnya di Universitas Manchester akan digunakan untuk penelitian komponen-komponen yang akan berakhir di tangan militer Israel, yang secara terbuka mengakui melakukan uji senjata-senjata kepada rakyat Palestina. (TEMPO.CO)