News

Produktivitas Inovasi Stagnan, Indonesia Perlu Berbenah

Dikutip dari medcom.id, Indonesia dalam Global Innovation Index (GII) 2019 berada di peringkat 85 dari 129 negara. Peringkat produktivitas inovasi tersebut mengalami stagnasi, masih sama seperti 2018 lalu.

Dalam data yang dirilis GGI 2019, peringkat produktivitas inovasi Indonesia juga masih di bawah negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia (35), Thailand (43) Singapura (8). Indonesia hanya unggul dari Kamboja yang berada di peringkat 98.

Peringkat ini cukup disayangkan. Apalagi dalam laporan GII 2019 menyebutkan, aktivitas inovasi yang paling banyak menjamur dan bertumbuh saat ini justru berada di kawasan Asia, menyusul perlambatan ekonomi yang terjadi di negara maju dan dunia.
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Jumain Appe mengungkapkan, guna meningkatkan peringkat Indonesia di GII harus dimulai dari input sumber daya manusia (SDM). Membangun sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk melakukan atau mentransfer, mempelajari berbagai teknologi ke depan.

Untuk peringkat input, Indonesia berada di peringkat 87, Jumain mengungkapkan hal itu disebabkan karena jumlah peneliti Indonesia saat ini masih sangat sedikit. “(Rasio peneliti) Kita baru 87 (peneliti) per satu juta penduduk. Singapura sudah 7.000 (peneliti)), padahal jumlah orang kita banyak,” kata Jumain di gedung BPPT, Jakarta Pusat, Senin, 29 Juli 2019.

Selain SDM, penelitian dan pengembangan (litbang) juga menjadi poin penting. Karena merupakan dasar untuk menghasilkan satu jurnal ilmiah internasional yang terindeks Scopus. Berdasarkan, GII 2019 Indonesia untuk litbang berada di urutan 63. “Yang banyak disitasi kemudian menghasilkan paten. Ini yang penting,” ujarnya.

Output atau hasil inovasi, kata Jumain, juga perlu diperhatikan. Bagaimana inovasi tersebut dimanfaatkan, sementara untuk peringkat GII 2019 Indonesia berada di urutan 78.

Untuk itu perlu ada ekosistem yang apik guna mengembangkan inovasi. Dengan peran serta pemerintah, masyarakat, lembaga perguruan tinggi, lembaga litbang dan dunia usaha.

Terkait peran dunia usaha, Jumain menyoroti kontribusi terhadap litbang yang sangat kecil. Ia menyebut, dunia usaha hanya berkontribusi sebesar 14 persen untuk litbang.

“Dunia usaha kita litbangnya itu sangat kecil, dari 100 persen anggaran litbang itu hanya 14 persen dari dunia industri, di luar negeri dari 100 persen itu sebesar 80 persennya justru dari industri, 20 persen dari pemerintah,” ungkap Jumain.

Karena itu. tutur Jumain, ekosistem harus diperbaiki, sehingga SDM menjadi berkembang. “Tidak lagi tenaga kerjanya didominasi SMP ke bawah tapi didominasi tenaga kerja yang skill (mempunyai keterampilan) D1, D2 ke atas itu,” ujarya.

Semua itu kata Jumain, memerlukan anggaran yang tidak kecil. Selain itu juga harus didukung oleh sarana dan prasarana pendidikan yang mumpuni.

Mesk begitu, daripada mengeluhkan soal anggran, Jumain menyebut ada strategi lain, yakni refocusing atau mengatur ulang fokus pada penelitian yang menghasilkan. “Kita harus melakukan refocusing kita mengerjakan penelitian-penelitian yang diperlukan, yang menghasilkan,” kata Jumain.

Indeks Inovasi Global (GII) disusun oleh Universitas Cornell, Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia (World Intellectual Property Organization/WIPO), dan INSEAD. Acuan global untuk merekam aktivitas inovasi di 129 negara ini disusun dengan menggunakan 80 indikator.

Indikator terpenting adalah investasi R and D (Research and Development), jumlah paten dan merek internasional yang dimiliki sebuah negara, pengembangan aplikasi di ponsel, dan ekspor produk-produk teknologi tinggi (high tech).

Join The Discussion