Jakarta — Untuk mempercepat pembangunan daerah dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi, proyek di daerah yang dibiayai APBD diprioritaskan bagi pengusaha lokal. Instruksi ini datang dari Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan para gubernur dan bupati seluruh Indonesia.
“Banyak proyek di daerah yang mangkrak karena kontraktor dari pusat,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam kunjungannya ke redaksi Investor Daily, Selasa (24/2). Selain memberikan kesempatan kepada pengusaha lokal untuk berkembang, kontraktor di daerah lebih bertanggung jawab karena mereka sehari-hari berada di wilayahnya.
Tjahjo menegaskan, pelibatan kontraktor daerah secara langsung juga berdampak positif terhadap perkembangan daerah tersebut. Hal ini sejalan dengan keinginan Kemendagri untuk mempercepat pembangunan di daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, potensi tujuan wisata, atau mempunyai inovasi tertentu.
Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, kebijakan tersebut akan lebih baik jika diperkuat dengan payung hukum undang-undang. “Kalau ada payung hukumnya, tentu lebih baik. Tetapi, asal semua sepakat, baik pemerintah pusat, gubernur, dan jajaran pemerintah daerah yang lain, itu sudah bisa jalan,” ujar Suryo.
Dia menjelaskan, Kadin sebelumnya telah menyampaikan kepada pemerintah agar mewajibkan penanganan proyek daerah oleh pengusaha daerah. Dalam rekomendasi Kadin, proyek-proyek dengan nilai di bawah Rp 25-30 miliar sebaiknya ditangani pengusaha daerah, agar terjadi pemerataan sekaligus memajukan pengusaha daerah.
“Kami tentu sangat senang karena usulan tersebut direspons baik oleh pemerintah. Untuk proyek-proyek di bawah Rp 25-30 miliar sebaiknya diserahkan ke pengusaha daerah saja, tidak perlu ditangani BUMN,” kata Suryo di Jakarta, Rabu (25/2).
Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Iskandar Hartawi mengatakan, undang-undang untuk mengatur keterlibatan kontraktor daerah memang diperlukan. “UU tentang jasa konstruksi itu sedang digodok. Ini sedang dibahas di Komisi V DPR. Mudah-mudahan kontraktor daerah bisa mendapatkan kesempatan untuk menggarap proyek yang lebih besar. Ini untuk kemajuan kontraktor di daerah,” paparnya.
Ia menjelaskan, pihaknya sudah menandatangani MoU dengan Menteri BUMN Rini Soemarno. MoU ini menyepakati bahwa proyek yang nilainya di bawah Rp 30 miliar tidak boleh dimasuki BUMN, tapi harus kontraktor daerah.
“Jadi, proyek itu jangan semua diambil BUMN dong. Ini kan salah satunya untuk mendorong kontraktor daerah. Di Kalbar pernah ada proyek Rp 20 miliar dan dimenangkan BUMN, lalu kami mengajukan protes sehingga dibatalkan,” tuturnya.
Ia menjelaskan, sebenarnya kontraktor daerah juga sering menggarap proyek di atas Rp 50 miliar, sesuai grade. Sedangkan proyek APBD mayoritas bernilai maksimal Rp 20 miliar.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur menegaskan, kalangan pengusaha terus mendukung pemerataan ekonomi di luar Jawa. Salah satu cara untuk mewujudkan pemerataan ekonomi adalah melalui penambahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Semakin besar jumlah APBD yang didapatkan daerah, semakin besar pula kesempatan daerah menjadi lebih maju sehingga pemerataan ekonomi bisa terwujud dengan mudah.
“APBD di daerah harus naik setiap tahunnya, karena bertujuan untuk mendorong perekonomian di luar Jawa. APBD merupakan kunci pembangunan infrastruktur di daerah. Pengusaha daerah juga harus terlibat dalam hal pemerataan ekonomi di luar Jawa, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur ini,” kata Natsir kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (25/2).
Natsir mengatakan, APBD bisa digunakan untuk membangun dua jenis infrastruktur. Pertama, infrastruktur dasar seperti pembangunan jaringan air bersih. Kedua, infrastruktur prioritas seperti jalan tol dan pelabuhan.
“Dalam hal ini, pengusaha pusat bisa menjadi partner pengusaha daerah untuk membangun ekonomi. Daerah kan merupakan pusat pertumbuhan ekonomi baru, sehingga perekonomiannya harus terus didorong,” imbuhnya.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menaikkan alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, menjadi sebesar Rp 643,8 triliun. Jumlah tersebut meningkat dibanding alokasi dalam APBN 2015 yang sekitar Rp 638 triliun. APBN 2015 disusun oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelang berakhirnya masa jabatan tahun 2014.
Dana transfer ke daerah ini terbagi atas dana perimbangan, dana otonomi khusus, dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta dana transfer lainnya. Dana perimbangan terbagi lagi menjadi dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).
Menkeu mengatakan sebelumnya, alokasi dana perimbangan dalam APBNP 2015 meningkat Rp 5,4 triliun dibanding dalam APBN 2015. Dalam APBNP 2015, alokasi dana perimbangan ditetapkan Rp 521,8 triliun, sedangkan dalam APBN 2015 sebesar Rp 516,4 triliun. Namun, untuk alokasi DBH terjadi penurunan sebesar Rp 17,6 triliun, akibat penurunan penerimaan negara yang dibagihasilkan, terutama dari sektor migas. Hal ini berdampak pada beberapa daerah yang menjadi penghasil migas.
Dorong Pertumbuhan Entrepreneur
Sementara itu, Ketua Umum REI Eddy Husni mengatakan, sebagai pengusaha ia menilai kebijakan pemerintah tersebut bagus. Hal ini diperlukan untuk membangkitkan pengusaha baru, pengusaha muda, dan pengusaha yang sudah lama di daerah. Para pengusaha ini perlu diberi kesempatan, apalagi mereka secara umum lebih tahu mengenai kondisi daerahnya sehingga lebih bisa survive.
“Ini juga untuk mendorong pertumbuhan entrepreneur. Entrepreneur kita kan jumlahnya masih sedikit,” ucapnya.
Sedangkan Ketua DPD RI Irman Gusman mengatakan, ide pemerataan kesempatan untuk berkembang bagi pengusaha daerah sangat baik. Namun demikian, hal ini tidak bisa digeneralisasi. Pasalnya, ada daerah yang banyak proyeknya namun pengusahanya sedikit. Sebaliknya, di Jakarta pengusahanya terlalu banyak, sehingga 1 proyek ibaratnya diperebutkan 100 pengusaha.
“Ada juga daerah yang kontraktornya banyak, namun konsultannya kurang. Ada lagi daerah yang supplier-nya yang banyak. Jadi ini butuh survei secara rinci mengenai kemampuan per daerah. Misalnya ada banyak proyek jalan dan jembatan namun kontraktor di daerah sedikit, jika yang dari luar tidak boleh masuk tentu justru menghambat proyek pembangunan,” ucapnya.
Perlu juga dikaji secara seksama apakah pengusaha lain daerah tidak boleh menggarap proyek di kabupaten lain. Demikian pula apakah pengusaha di tingkat provinsi tidak boleh menggarap proyek di kabupaten atau di provinsi lain?
Sementara itu, berdasarkan data BPS, tahun lalu pertumbuhan ekonomi lebih banyak disumbang Pulau Jawa. Kontribusi Jawa naik dari 57,99 persen menjadi 58,51 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Sedangkan kontribusi Sumatera terhadap PDB turun dari 23,81 persen pada 2013 menjadi 23,63 persen pada kuartal III-2014 dan Kalimantan turun dari 8,67 persen ke 8,21 persen.
Sumber : www.beritasatu.com