News

Perlunya Pengawalan Intelijen untuk Pagari Penelitian Belanda di RI

Jakarta – Menristek Dikti M Nasir meminta Badan Intelijen Negara (BIN) untuk masuk dalam penelitian Belanda mengenai sejarah dekolonisasi periode 1945-1950. Keberaan intelijen perlu untuk memagari penelitian itu.

Riset Belanda itu bertajuk ‘Dekolonisasi, Kekerasan, dan Perang di Indonesia, 1945-1950’, diadakan tiga lembaga Belanda yakni KITLV, NIOD, dan NIMH. Riset itu memberi perhatian terhadap periode Bersiap yang penuh kekejaman terhadap pihak Belanda atau yang dituduh berpihak ke kepentingan pemerintahan kolonial Belanda. Riset ini berdana 4,1 juta Euro.

Menkopolhukam Wiranto sempat menanggapi riset itu dan mengaitkannya dengan ancaman. Dia menyatakan kedaulatan negara tak bisa diutak-atik.

Sedangkan Menristek M Nasir mengatakan penelitian yang dilakukan pemerintah Belanda itu memungkinkan saja. Namun harus ada pengawalan intelijen.

“Bisa-bisa saja. Tapi harus izin. BIN (Badan Intelijen Negara) harus masuk. Semua penelitian dari asing itu kami masukkan ke BIN juga, pastilah, apapun temanya. Misalnya kalau mengganggu teritorial maka ini nggak boleh,” kata Nasir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2017).

Namun demikian, riset Belanda itu bertema sejarah. Kemenristek Dikti tak langsung menanganinya. Ada Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) yang menangani izin riset semacam itu. Kemenristek Dikti menangani langsung suatu riset bila itu berkaitan dengan sains (ilmu pengetahuan alam) dan teknologi.

“Itu ranahnya di Kemenkopolhukam,” ujarnya.

Soal aturan formal bahwa izin harus dikantongi riset asing sebelum melakukan penelitian di Indonesia, itu berlaku untuk semua riset, bukan hanya riset yang berkaitan dengan sains ilmu eksakta dan teknologi saja. Riset ilmu sosial yang melibatkan asing juga harus ada izinnya.

“Harus ada izin. Ini adalah aturan yang sudah saya buat, bahwa semua riset dari asing (harus) bekerjasama dengan Indonesia. Yang kedua, harus mendapatkan izin dari pemerintahan Republik Indonesia,” kata Nasir.

Aturan itu berbentuk Surat Edaran (SE). Ada Surat Edaran bernomor 673/E//VIII/2017 yang diteken Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Muhammad Dimyati, pada 31 Agustus 2017. Diatur di situ, “instansi yang mengundang peneliti asing dari berbagai latar belakang profesi untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di wilayah hukum republik Indonesia, termasuk di Zona Ekonomi Eksklusif, harus meminta izin.” (Detik)

Join The Discussion