News

Perda Bermasalah Membebani Ekonomi

JAKARTA – Direktur Eksekutif Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng kepada kompas mengatakan banyaknya pearturan daerah yang dikeluarkan oleh rezim pemerintah daerah sejak otonomi daerah 2011 tidak berorientasi pada pelayanan. Namun hanya bersifat pungutan dan penambahan perizinan seperti retribusi, pajak dan perizinan.

15.146 perda telah diinventarisasi oelh KPPOD. Sasaran kajian difokuskan terhadap 5.560 perda yang terbit selama 2010-2015. Kajian terhadap 1.300 perda sudah selesai. Perda tersebut menyangkut pajak, retribusi, perizinan, dan ketenagakerjaan.

Sebanyak 586 perda di antaranya atau 45 persen dari yang telah dikaji dianggap bermasalah. Kategori bermasalah yang dianggap KPPOD . Perda bermasalah menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Salah satunya adalah timbulnya pengeluaran yang tidak diperlukan atau bahkan tidak memiliki dasar hukum sama sekali.

Menurut Endi, terdapat tiga jenis pungutan. Pertama, pungutan yang sifatnya legal. Artinya, memiliki dasar hukum di pusat dan daerah. Namun, secara substansi membebani ekonomi. Kedua, adalah pungutan resmi, yaitu pungutan yang sudah dihapus oleh pemerintah pusat, tetapi masih diberlakukan pemerintah daerah. Kemudian, pungutan liar, yakni pungutan yang sama sekali tidak memiliki dasar hukum .

“Perda bermasalah ini muaranya di Kementerian Dalam Negeri. Hal ini terjadi karena sebelum disahkan, semua peraturan daerah harus diverifikasi dulu di tingkat provinsi dan Kemendagri. Kalau sekarang banyak Perda bermasalah, ini juga menjadi tanggung jawab Kemendagri,” kata Endi. (kompas)

Join The Discussion