JAKARTA — Para peneliti di Indonesia dinilai masih cenderung bekerja sendiri dalam memasarkan hasil paten maupun hasil penelitiannya kepada masyarakat. Pola pikir tersebut membuat banyak hasil inovasi gagal, dan tidak laku dijual langsung ke masyarakat.
Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Patdono Suwignjo mengatakan, seharusnya para peneliti selalu proaktif bekerja sama dengan industri. Jangan sampai, kata dia, para peneliti malah memiliki “keyakinan berlebihan”. Yaitu yakin mampu menjelma peneliti dan juga pemasaran.
“Adanya keyakinan berlebihan dari peneliti, bahwa dia bisa hasilkan penelitian readiness level sembilan, sekaligus dia punya keyakinan bisa mengkomersilkan itu adalah penyakit paling kronis di peneliti Indonesia, ungkap Patdono.
Karena itu, dia mendorong agar peneliti menyerahkan hilirisasi, baik berupa penerapan teknologi maupun pemasaran kepada pihak-pihak yang memiliki akses dan pengalaman. Namun peneliti harus tetap mendapatkan royalti sembari mengembangkan produknya.
“Maka peneliti harus bekerja sama dengan industri. Jadi, penelitinya (tinggal) melakukan penelitian untuk menyempurnakan produk baru, inovasi baru. Tetapi, pekerjaan menghilirkan itu diserahkan kepada ahlinya, ungkap Patdono.
Patdono mengungkapkan, pemerintah melalui Kemenristekdikti bertugas memastikan agar para peneliti tersebut dapat bertemu dengan industri yang sudah berpengalaman, sehingga para peneliti dapat memasarkan hasil penelitiannya sekaligus mendapatkan royalti yang sesuai. Karena seringkali peneliti di perguruan tinggi tidak bisa mendapatkan partner-partner industri yang bisa menghilirkan produk penelitian.
“Untuk itu Dirjen Kelembagaan membuat kegiatan dalam rangka mempertemukan antara peneliti dengan industri, tidak hanya dalam negeri, juga luar negeri,” jelas Patdono. (REPUBLIKA.CO.ID)