YOGYA – Indonesia merupakan salah satu kontributor utama produksi perikanan dunia dan penghasil ikan terbesar kedua di dunia, baik itu perikanan tangkap maupun akuakultur. Untuk tanaman air, khususnya rumput laut, FAO (2016) melaporkan bahwa Indonesia merupakan penyumbang utama produksi tanaman air dunia, dengan menghasilkan produk rumput laut sebesar 36,9 persen dari total produksi dunia.
Dosen Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian (Faperta) UGM Dr Indun Dewi Puspita mengatakan, fakta tersebut menunjukkan gambaran jelas tentang peluang perikanan global. Oleh karenanya, pengembangan sektor perikanan harus diarahkan untuk membangun sektor perikanan yang maju, efisien dan tangguh untuk memanfaatkan sumber daya perikanan dengan tanggungjawab.
Menurut Indun, setiap tahap pemanfaatan, budidaya dan kegiatan pascapanen harus didasarkan pada data dan informasi dari penelitian yang terstruktur, terencana, terukur dan berkelanjutan. Pengembangan sains dan teknologi di sektor kelautan dan perikanan sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan menjamin efisiensi serta keberlanjutan pemanfaatan sumber daya.
“Sinergi antara kegiatan penelitian dan pengembangan menjadi sangat penting sehingga hasil penelitian memberikan kontribusi nyata dalam memastikan optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan global,” terang Indun kepada KRjogja.com disela International Symposium on Marine and Fisheries Research (ISMFR) di Hotel Eastpark Yogyakarta, Senin (24/7/2017). Simposium menghadirkan 11 pembicara utama dari Australia, Indonesia, Jepang dan Korea diikuti 154 peserta dari 5 negara. Departemen Perikanan Faperta UGM sebagai penyelenggara, menerima 88 presenter oral dan 18 presenter poster.
Paul E McShane dari Monash University Australia memaparkan tantangan yang dihadapi sektor perikanan dalam memberikan kesejahteraan bagi warga. Menurutnya, praktik penangkapan ikan dengan cara mengobom atau meracun yang masih marak di Indonesia harus dihapus, karena merusak ekosisitem. Indonesia memiliki sekitar 2-3 juta masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan mencari ikan (nelayan). “Kampanye untuk tidak menggunakan bom dan racun saat mencari ikan sangat perlu digencarkan untuk menjaga kelestarian alam laut,” katanya.
Sedangkan Dr Murwantoko dari Departemen Perikanan UGM memaparkan tentang masalah penyakit pada ikan yang bisa berdampak kerugian di sektor bisnis perikanan. Antara lain, kejadian penyakit akut yang menyerang udang di banyak negara, kematian massal ikan Nila di danau disebabkan virus maupun kasus infeksi pada lele Afrika. Menurutnya, penyakit pada ikan disebabkan parasit, bakteri dan infeksi virus. “Untuk mengungkap fakta-fakta penyakit itu, kerjasama dan pendekatan pemahaman yang lebih ilmiah sangat diperlukan,” katanya. (KRJOGJA)