News

Pengembangan Bahan Baku Obat Malaria dengan Teknologi Nano

JAKARTA. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan bahan baku obat untuk penyakit Malaria dengan mempergunakan teknologi nano. Pengembangan ini dilakukan oleh Yenni Meiliana, peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI.

Yenni berhasil meningkatkan performa bahan obat Malaria berupa Artemisinin lewat penelitian menggunakan teknologi nano dengan mengubah bubuk Artemisinin menjadi berukuran lebih kecil yakni nano kristal. “Kelebihannya adalah bahan baku berukuran nano kristal ini lebih murah dan lebih efektif diserap oleh tubuh penderita Malaria,” ujarnya saat berbicara dalam Diskusi Publik Pengobatan Malaria melalui Pendekatan Berbasis Riset Nano yang digelar di Media Center LIPI Jakarta, Selasa (29/11).

Dia menjelaskan, proses untuk mendapatkan nano kristal, yaitu pertama-tama daun Artemisia Annua (bahan baku awal) diekstraksi menggunakan senyawa Freon agar menjadi Artemisinin. Kemudian, Artemisinin dengan menggunakan matriks polimer diubah menjadi nano kristal, sehingga performanya sama dengan Dihydroartemisini (DHA) yang larut dalam air. “Dengan mudah larut ke dalam air, maka obat Malaria akan lebih baik diserap tubuh,” imbuhnya.

Dikatakan Yenni, Artemisinin sendiri menurut World Health Organization (WHO) telah ditetapkan sebagai pendamping utama obat Malaria, kina. “Kina yang selama ini menjadi obat utama Malaria telah mengalami resistensi sehingga diperlukan obat pendamping yang bagus seperti Artemisinin,” ujar Yenni.

Lewat pengembangan sekaligus penemuannya ini, Yenni pun berhasil memperoleh penghargaan di bidang ilmu sains, teknologi dan matematika dari L’Oréal – UNESCO for Women In Sciences National Fellowship Awards for Woman 2016.

Lebih lanjut, LIPI juga telah mematenkan proses ekstraksi daun dengan senyawa Freon hingga menjadi Artemisinin atas nama LIPI dan Indofarma sebagai hasil kerjasama. Sedangkan, pembuatan nano kristal Artemisinin yang setara DHA masih dalam proses pengajuan paten.

Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Agus Haryono mengapresiasi keberhasilan salah satu peneliti di bawah pusat penelitian yang dipimpinnya ini. Untuk bahan baku obat Malaria, Agus katakan, Indonesia sebenarnya memiliki Artemisia endemik di Papua dan Kalimantan, namun karena ukurannya yang tinggi menyebabkan kandungan Artemisinin semakin rendah.

“Untuk itu, penelitian yang dilakukan Yenni menggunakan tanaman Artemisia dari Tiongkok yang telah dibudidayakan di Kebun Raya Cibodas LIPI. Tanamannya tidak terlalu tinggi seperti tanaman endemik kita, tetapi kandungan Artemisinin lebih tinggi,” tuturnya.

Agus mengakhiri, pihaknya ke depan akan terus menjalin kerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI dan pihak terkait untuk pengembangan obat Malaria dan jenis-jenis ekstraksi obat lainnya. “Pada 2015-2017, targetnya kita akan merekomendasikan bahan baku pembibitan dan bahan baku obat Malaria ke pemerintah,” pungkasnya.

Sumber : Biro Kerja sama, Hukum, dan Humas LIPI

Join The Discussion