JAKARTA – Sesuai dengan keluarnya PMK (Peraturan Menteri Keuangan) 106 tentang Standar Biaya Keluaran untuk penelitian, BPP Kemendagri rencananya mulai anggaran 2018 juga akan menerapkan hal tersebut.
Namun, hal itu masih menjadi perundingan di internal BPP terkait anggaran SBK yang harus digunakan secara serius dan tidak main-main. “Dalam SBK ini, yang jadi persoalan narasumber ahli harus dari luar, sementara di Permendagri kita No 17 tentang Badan Penelitian dan Pengembangan itu mengatakan boleh. Nah, ini yang menjadi bertentangan,” ungkap Moh. Noval Kepala Bagian Perencanaan BPP Kemendagri.
Untuk itu, rapat yang dipimpin oleh Sekretaris BPP Kemendagri itu meminta kepada seluruh Peneliti, Kepala Pusat, dan Sekretariat BPP Kemendagri untuk mengatur lebih detail mana-mana program yang menggunakan anggaran dari SBK.
“Karena SBK ini jenjangnya lama, ada kajian dan dinilai oleh Komite, untuk itu saya minta kepada semua teman-teman agar cermat dalam menyusun program anggaran, jangan sampai terjadi kesalahpahaman yang merugikan kita di kemudian. Seperti temuan dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau sebagainya. Saya menghimbau supaya hal-hal demikian diminimalisir, sehingga perencanaan program harus cermat dan detail,” ungkap Subiyono selaku Plt. Sekretaris BPP Kemendagri.
Sebenarnya, menurut Subiyono penerapan SBK ini sudah pernah diaplikasikan di BPP Kemendagri pada 2013 dan hal tersebut pernah diulas secara mendalam dalam Laporan Utama Media BPP Kemendagri Edisi Agustus 2016 (lihat disini) dan rencananya pada 2018 BPP Kemendagri akan mencoba menerapkan kembali. “Kita harus punya komitmen jika diwajibkan menerapkan SBK ini, tidak boleh main-main,” tutup pria yang akrab disapa Biyono ini. (IFR)