JAKARTA – Situasi panas yang terkait pemilihan umum biasanya menyebar hingga ke sosial media. Banyak pengguna menyebar dan memposting komentar terkait pemilihan umum. Biasanya diikuti dengan perdebatan yang tidak kalah panasnya dan biasanya berujung dengan beberapa orang diblokir atau diunfriend oleh teman mereka di Facebook atau sosial media lainnya. Rupanya fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia.
Misalnya menurut penelitian terbaru yang diterbitkan di “Jurnal of Communication” yang menganalisa “political unfriending” di Facebook. Peneliti menemukan saat seseorang memblokir orang lain di Facebook karena pemilihan, tindakan ini dianggap sebagai “perceraian politik”. Penelitian itu sendiri berfokus pada konflik Israel-Gaza pada 2014.
Para peneliti Dr. Shira Dvir-Gvirsman dari Tel Aviv University dan Dr. Nicholas A. John dari Hebrew University of Jerusalem mensurvei 1.103 orang Yahudi di Facebok selama 10 hari setelah konflik itu. Hasilnya 16 persen di antaranya meng-unfriend seseorang karena orang itu menulis komentar politik. Sementara 19 persen mempertimbangkan untuk melakukan hal itu tapi tidak melakukannya. Selama 50 hari selama konflik berlangsung, bagaimana memblokir orang di Facebook menjadi masuk ke dalam daftar pencarian paling umum di Google di Israel.
Dari mereka yang tidak berteman lagi di Facebook, 73 persen memiliki pandangan politik berbeda. Selain itu mereka juga memiliki ikatan pertemanan yang lemah sehingga jarang berinteraksi.
“Tindakan untuk berhenti berhubungan ini bisa dilihat sebagai tindakan untuk menciptakan lingkungan yang ‘bersih’ di mana hanya ada beberapa atau sedikit suara yang tidak ingin Anda dengar,” kata Dvir-Gvirsman.
Hal yang sama juga terjadi dalam pemilihan umum (Pemilu) presiden Amerika Serikat (AS) tahun ini. Facebook berkata jika ada 5,3 milyar posting, like, komentar dan share terkait Pemilu. Hampir sekitar 110 juta orang Amerika berpartisipasi dalam debat online di Facebook selama Januari hingga Oktober 2016. Topik yang paling dibicarakan di seluruh dunia di Facebook pada 2016 lewat kata dan hashtag adalah pemilu AS 2016. Perdebatan di Facebook tentang pemilu itu seringkali menyebabkan pengguna melakukan unfriend. Sayangnya juru bicara Facebook mengungkapkan mereka tidak memiliki data tentang berapa banyak yang melakukannya.
Di AS, pemilihan bisa menyebabkan banyak orang merasa dikhianati oleh sistem politik yang rusak, kata psikoterapis Paul Hokemeyer. “Saat orang merasa dikhianati dan tidak berdaya, mereka bisa menyimpan kemarahan itu atau melampiaskannya kepada orang di sekitar mereka,” katanya.
Fenomena ini disebut “displaced anger”. Saat orang merasa tidak berdaya untuk mengubah sesuatu, kemarahan mereka terwujud dalam cara yang merusak diri. Misalnya dengan tidak memilih saat pemilu atau memilih kandidat yang tidak memiliki kemungkinan untuk menang.
Sementara di Facebook, orang-orang ini melampiaskan kemarahan mereka kepada orang lain. Misalnya, karena mereka tidak bisa menyingkirkan Donald Trump dari pemilihan, mereka melampiaskan amarahnya dengan menyerang para pendukungnya.
Menurut sebuah polling yang dibuat oleh Monmouth University, 70 persen orang Amerika berpikir jika pemilu membawa keburukan manusia muncul ke permukaan. Sebanyak 7 persen mengaku jika mereka kehilangan teman gara-gara pemilu. Polling itu juga menemukan jika 30 persen responden beranggapan jika bahasa kasar yang digunakan dalam politik itu perlu, sementara 65 persen beranggapan jika itu tidak perlu. Dalam kaitan ini, 47 persen pendukung Trump beranggapan jika bahasa kasar diperlukan. Hanya 17 persen pendukung Hilarry Clinton yang beranggapan sama.
Salah contoh orang yang mengalami masalah di Facebook terkait pemilu adalah Nick Stump. Dia adalah seorang penulis dan musisi dari Lexington, Kentucky yang terus menyebar pandangan anti Trump di Facebook. Hasilnya, beberapa temannya memblokir dirinya dan bahkan ada yang mengancam akan membunuhnya. “Saya mungkin kehilangan belasan teman asli karena pemilu dan mereka berasal dari ekstrim kiri dan kanan. Pemilihan ini adalah pemilihan paling terpolarisasi yang pernah saya lihat dalam hidup saya dan saya sudah memilih sejak 1968,” kata Nick.
Bahasa yang kasar, pembagian opini berlebih dan komentar politik yang tiada berakhir di sosial media membuat pemilihan tahun ini menjadi bencana bagi AS dan hubungan masyarakatnya. Yang perlu dipertanyakan adalah setelah pemilu selesai, apakah mereka yang men-unfriend teman mereka akan menambahkan kembali teman mereka di Facebook?
Sumber: Motherboard.vice.com