Menetap di pulau-pulau kawasan Samudra Pasifik adalah salah satu petualangan maritim terbesar dalam sejarah manusia. Sekitar 3.400 tahun yang lalu, orang-orang mulai berlayar dari Asia Tenggara, melintasi ratusan mil perairan terbuka untuk menemukan titik-titik daratan tempat mereka bisa membangun kehidupan baru.
Bukti arkeologi menyediakan lini masa ketika masing-masing pulau dijajah. Namun para ilmuwan tidak yakin tentang titik awal pelayaran yang tepat dan bagaimana para pelaut awal berhasil melakukan perjalanan panjang sejauh itu.
Sebuah studi baru telah menemukan skenario yang mungkin terjadi dengan menggabungkan simulasi komputer dari pelayaran-pelayaran dengan data iklim dan oseanografi. Beberapa koloni mungkin berangkat dari Maluku di utara Indonesia, kemudian tiba di Palau, sekitar 500 mil jauhnya. Yang lain mungkin telah meninggalkan Kepulauan Bismarck dekat New Guinea dan mendarat di timur sejauh Samoa dan Tonga.
Begitu orang-orang tersebut sampai di Polinesia barat, eksplorasi mereka terhenti selama dua abad berikutnya. Studi tersebut menunjukkan mengapa. Pelaut memulai berlayar dengan angin dari belakang mereka, tetapi di dekat Samoa, angin membalik dan mereka terdampar. Akhirnya mereka belajar berlayar melawan angin, yang memungkinkan mereka melanjutkan berlayar ke timur.
“Pergi lebih jauh, ke Oseania yang terpencil, memerlukan strategi pelayaran yang sangat berbeda dari apa yang telah digunakan sebelumnya,” kata arkeolog University of Oregon, Scott M. Fitzpatrick yang berkontribusi dalam penelitian ini. “Tidak ada pulau yang terlihat, jadi pelaut harus menggunakan kompas langit.”
Mereka juga mengembangkan kano melaut berlambung ganda, yang akan membawa mereka ke Hawaii, Pulau Paskah, dan Selandia Baru dalam perjalanan yang berlangsung hingga dua bulan. “Berlayar sejauh ini terkesan ambisius, berbahaya, dan pengujian daya tahan yang menantang,” kata Fitzpatrick. “Mereka adalah pelaut yang luar biasa, tidak diragukan lagi.” (National Geographic)