Kekurangan Vitamin B12 hingga saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Vitamin B12 (VB12) merupakan vitamin larut air, yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh.
Vitamin ini tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Biasanya sumber VB12 berasal dari protein hewani baik ikan, sea food, telur maupun daging merah. Populasi yang rentan kurang asupan VB12 adalah anak-anak, lansia, ibu hamil dan menyusui serta kaum vegetarian.
Doktor Termuda, Peneliti dan Pakar Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr.dr. Patwa Amani, M.Kes, menjelaskan kekurangan VB12 dapat juga disebabkan karena VB12 tidak dapat diserap oleh tubuh. Misalnya pada kondisi lanjut usia, infeksi saluran pencernaan kronis, penggunaan obat asam lambung jangka panjang, penggunaan metformin (obat diabetes) jangka panjang, serta pecandu alkohol.
Berbagai gangguan kesehatan telah diketahui dapat muncul akibat kekurangan VB12. Misalnya anemia, badan lemah karena kurang energi, gangguan proses pertumbuhan dan penyembuhan, gangguan saraf tepi berupa kram, kesemutan, rasa baal serta gangguan saraf pusat berupa gangguan keseimbangan, mudah lupa bahkan gangguan kecerdasan dan mental.
Dalam penelitian terbarunya, Patea mencoba mengaitkan antara kekurangan VB12 dengan kesehatan fungsi ginjal. Ide awal penelitian ini adalah adanya beberapa laporan kasus terbaru yang melihat adanya gangguan fungsi ginjal kronis pada pasien yang secara genetik (keturunan) tidak dapat menyerap VB12.
“Saat ini di tengah masyarakat juga sedang trend diet vegetarian bahkan vegan yang sangat membatasi protein hewani sehingga menjadi resiko berbagai efek samping akibat kekurangan VB12,” katanya dalam keterangan tertulis baru-baru ini.
Meskipun demikian belum ada penelitian yang melihat dampak langsung kekurangan VB12 terhadap kesehatan fungsi ginjal, terutama menilai fungsi utama VB12 yakni pada jalur enzim metionin mutase (MS) dan metilmalonil-KoA mutase (MMM). Riset ini menggunakan hewan coba tikus jenis Sprague-Dawley yang dibuat model kekurangan VB12 dengan memodifikasi pakan yang diberikan. Darah dan urine tikus diambil sebelum dan setelah perlakuan untuk menilai fungsi ginjal, kemudian diakhir perlakuan ginjal tikus diambil untuk menilai perubahan struktur ginjal secara mikroskopis.
“Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan kurangnya asupan VB12 dengan beberapa penanda penurunan fungsi ginjal,” jelasnya
Hal itu terlihat pada peningkatan kreatinin darah, penurunan laju bersihan kreatinin, peningkatan tekanan darah serta meningkatnya protein Kidney Injury Marker (KIM-1) pada urine. Gambaran mikroskopis ginjal tikus yang kekurangan V12 menunjukan adanya gejala kerusakan sel-sel ginjal (terutama pada daerah tubulus ginjal) apabila dibandingkan dengan tikus sehat.
“Perlu penelitian lanjutan untuk menilai hubungan kekurangan VB12 dengan penyakit ginjal kronis, terutama pada manusia,” katanya.
Dia menegaskan penelitian ini semestinya meningkatkan kewaspadaan adanya penurunan fungsi ginjal kronis terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan kekurangan VB12. Oleh karena itu, kadar B12 dan fungsi ginjal baiknya diperiksa secara rutin berkala terutama bagi kelompok risiko tinggi.
Kekurangan VB12 merupakan silent disease yang sering kali pada fase awal tidak menimbulkan gejala. Namun apabila tidak ditangani dengan baik dan berlangsung dalam waktu lama akan menimbulkan penyakit kronis yang sifatnya multi-organ. (IFR/Jawapos.com)