News

Penelitian Kegempaan di Simeuleu

JAKARTA – Pada 25 Juli 2012 lalu, Aceh kembali mengalami gempa tektonik yang berkekuatan M 8,6. Gempa tersebut berasal dari sasar mendatar dan berpusat di 500 kilometer dari Kota Banda Aceh, serta menimbulkan tsunami 10 sentimeter.

Meski tergolong gempa kuat, namun gempa tersebut tidak menimbulkan banyak kerusakan seperti yang terjadi pada 2004 silam. Kejadian tersebut saat ini menjadi perhatian menarik para pakar geologi di seluruh dunia. Gempa tersebut saat ini juga tengah diteliti melalui ekspedisi MIRAGE (Marine Investigation of the Rupture Anatony of the 2012 Great Earthquake) dimulai sejak 30 Juni 2016 yang rencananya akan dilakukan selama satu bulan.

Kepada Kompas, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hariadi Permana, mengatakan Gempa tersebut merupakan gempa kerak samudera yang memiliki intensitas besar pertama kali di dunia yang terekam.

Menurutnya, gempa di sesar geser tersebut juga melebihi gempa yang terjadi di San Fransisco, AS, 1906 (M 7,9) dan gempa Wairarapa di Selandia Baru 1855 (M 8,2). “Hipotesisnya gempa Aceh 2012 dipicu atau imbas megagempa tahun 2004. Sejak gempa besar delapan tahun sebelumnya itu, ada akumulasi energi di bagian sesar mendatar tersebut yang lalu dilepaskan,” kata Hariadi.

Cekungan Wharton

Pemahaman mengenai fenomena kegempaan tersebut dilakukan penelitian pada Cekungan Wharton yang berjarak 150 hingga 350 mil laut (277,8 km-648 km) dari Pulau Simeulue. Ekspedisi penelitian tersebut juga melibatkan LIPI yang bekerja sama dengan Institute de Phsique du Globe de Paris dan Earth Observatory of Singapure.

Ekspedisi menggunakan Kapal Riset R/V Marion Dufresne milik Pemerintah Perancis. Kapal Riset itu akan bertolak dari Kolombo menuju Aceh, menjemput peneliti Indonesia sebelum ke Cekungan Wharton, Samudera Hindia, dengan tujuan memetakan detail struktur, anatomi dan mekanisme patahan penyebab gempa 2012 di lepas barat Sumatera.

Ketua Ekspedisi MIRAGE Satish Singh mengatakan, timnya telah melakukan penelitian tahun lalu dengan menggunakan teknologi mutakhir untuk mempelajari dasar laut lebih dari 5000 meter. “Salah satu misteri dalam teori tektonik lempeng adalah bagaimana lempeng yang mengalami deformasi jauh dari batas lempengnya menghasilkan gempa sangat besar,” urainya.

Iskandar Zulkarnain Kepala LIPI serta pakar geokimia mengatakan, ekspedisi itu penting guna mengungkap aspek ilmiah penyebab gempa dan bisa menyusun strategi mitigasi. “”Hasil penelitian akan memperbaharui kembali peta gempa nasional dengan memperhitungkan sumber gempa yang belum di perkirakan sebelumnya,” ujarnya. (KOMPAS (30/6), MSR)

Join The Discussion