Penelitian itu mengungkap adanya petunjuk baru pada evolusi kimia dan mineral semen. Penemuan ini juga menginspirasi para peneliti dalam mencari resep asli dari bahan baku beton yang dipakai oleh orang Romawi dulu.
Tim peneliti yang bekerja di Departemen Lawrence Barkeley National Laboratory menggunakan sinar-X untuk mempelajari sampel beton Romawi di skala mikroskopis, untuk mempelajari lebih lanjut tentang semen mineral mereka.
Sebelumnya, mereka meneliti di Barkeley Lab Advanced Light Source (ALS) dan menemukan bahwa kristal aluminat tobermorite memiliki peran penting dalam memperkuat beton.
Seperti dilansir News Center, resep Romawi kuno sangat berbeda dari resep modern dalam pembuatan beton. Kebanyakan beton modern adalah campuran dari semen Portland yang terdiri dari batu kapur, batu pasir, abu, kapur, besi, tanah liat, dan bahan lainnya yang dilebur bersamaan pada suhu terik.
Secara konkret, bahan-bahan ini mengikat material granular yang disebut agregat dari potongan batuan dan pasir. Agregat memiliki reaksi kimia yang dapat menyebabkan retak pada beton, erosi, dan runtuhnya struktur beton. Inilah mengapa beton modern tidak bertahan lama.
Namun, beton Romawi dibuat dari abu vulkanik, air kapur, dan air laut. Campuran tersebut dilebur pada suhu rendah untuk mengurangi kadar karbon dalam semen. Material ini akan terus bereaksi hingga membuat semen Romawi tahan jauh lebih lama. Orang-orang Romawi mengandalkan reaksi campuran batu vulkanik dengan air laut untuk menghasilkan semen mineral baru.
Jackson bekerja sama dengan insinyur geologi lainnya untuk menemukan kembali resep yang dipakai Roma untuk membuat beton. Ia mencampur air laut dari Teluk San Francisco dan batu vulkanik dari Amerika bagian barat, untuk menemukan formula yang tepat dan juga memimpin proyek pengeboran ilmiah untuk mempelajari produksi tobermorite dan mineral terkait lainnya di gunung berapi Surtsey di Islandia. (IFR/Inspirasidata.com)