Penelitian terbaru menemukan bukti awal penghuni Jazirah Arab saat masih ‘hijau’ pada 500 ribu hingga 300 ribu tahun yang lalu.
Di masa itu, Jazirah Arab masih berupa padang rumput yang lembap, bukan padang pasir kering seperti sekarang.
Penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan dari UNSW Sydney menunjukkan bahwa hominin awal (nenek moyang manusia modern) yang menyebar di luar Afrika tidak hidup di lingkungan ekstrem, seperti gurun yang gersang dan kering.
Untuk penelitian yang diterbitkan dalam Nature Ecology and Evolution ini, para peneliti melakukan pembaruan penggalian arkeologi dan analisis fauna fosil yang ditemukan di situs Ti’s al Ghadah, di Gurun Nefud di Arab Saudi utara.
Para ilmuwan menemukan alat-alat batu dan bekas tanda potongan pada sisa-sisa fosil hewan. Ini menunjukkan kehadiran nenek moyang kita pada ratusan ribu tahun silam di Jazirah Arab.
Penemuan alat-alat dari batu dan bekas tanda potongan ini menunjukkan bahwa hominin hadir di Arab Saudi setidaknya 100.000 tahun lebih awal dari yang diduga sebelumnya.
Situs Purbakala Penting di Timur Tengah
“Ti’s al Ghadah adalah salah satu situs paleontologi yang paling penting di Jazirah Arab. Ti’s al Ghadah saat ini satu-satunya tempat yang mewakili koleksi fosil hewan dari zaman Pleistocene Tengah di Timur Tengah, seperti gajah, jaguar dan burung air,” kata Mathew Stewart, pemimpin penelitian dan kandidat PhD di UNSW.
Sayangnya, sebelum ditemukannnya alat-alat batu tersebut di Ti’s al Ghadah, para ahli merasa kesulitan untuk menghubungkan hewan-hewan ini dengan kehadiran hominin awal.
“Penemuan kami menjadikan Ti’s al Ghadah sebagai tempat berkumpulnya fosil hewan dan hominin awal di Jazirah Arab.
“Ini menunjukkan bahwa leluhur kita mengeksploitasi berbagai hewan saat mereka memasuki lingkungan Jazirah Arab yang hijau,” kata Michael Petraglia dari Max Planck Institute for the Science of Human History, salah satu penulis penelitian.
Kondisi Jazirah Arab Saat Masih Hijau
Sementara itu, Mathew Stewart, penulisan penelitian lainnya dari UNSW mengatakan, terlepas dari posisi geografis krusialnya di persimpangan jalan antara Afrika dan Eurasia, Jazirah Arab tidak pernah muncul dalam diskusi tentang ekspansi manusia awal hingga saat ini.
“Namun, analisis terbaru terhadap model iklim, catatan gua, catatan danau, dan fosil-fosil hewan telah menunjukkan bahwa pada titik-titik tertentu di masa lalu, padang pasir yang kering dan gersang yang menutupi sebagian besar wilayah Arab saat ini adalah wilayah ‘hijau’ yang akan menjadi rumah untuk berbagai populasi hominin,” kata Stewart.
Analisis isotop stabil dari fosil hewan mengungkapkan bahwa Jazirah Arab didominasi oleh vegetasi padang rumput pada titik-titik tertentu di masa lalu, dengan tingkat kegersangan serupa dengan yang ditemukan di savana terbuka di Afrika Timur saat ini.
Hal itu menunjukkan bahwa penyebaran awal nenek moyang kita merupakan bagian dari perluasan wilayah, bukan hasil adaptasi terhadap konteks lingkungan baru di luar Afrika.
“Meski populasi hominin awal ini mungkin memiliki kapasitas budaya yang signifikan, perpindahan mereka ke bagian dunia ini (Jazirah Arab) bukan karena beradaptasi terhadap gurun yang gersang dan kering. Tapi sebagai perluasan wilayah seperti berpindahnya mamalia lainnya di sekitar Afrika, Levant (Suriah, Irak, Lebanon), dan Eurasia pada waktu itu,” jelas Dr Patrick Roberts, penulis utama penelitian. (IFR/Dream.co)