Penyakit Malaria masih menjadi momok bagi dunia kesehatan manusia. Pasalnya, vaksin malaria yang ada sekarang belum sepenuhnya membersihkan parasit di dalam seldarah.
Lebih dari 70 tahun para ilmuwan berjibaku untuk memahami karakter salah satu jenis parasit malaria, Plasmodiumm Vivax. Malaria jenis ini merajalela di wilayah Asia Pasifik, khususnya Papua Niugini, dan termasuk nomor dua paling ganas di dunia.
Parasit ini hanya menyerang sel darah merah termuda dan bisa “mati suri” selama bertahun-tahun tanpa terdeteksi. Ini adalah ciri khusus yang membedakannya dengan malaria jenis lain, seperti Plasmodium falciparum.
Baca juga: Nyamuk Ternyata Gemar Pilah-pilih Korban untuk Digigit
Menurut WHO, malaria adalah parasit di dalam darah yang disebarkan oleh nyamuk. Pada tahun 2015, tercatat sekitar 8,5 juta kasus malaria terjadi di seluruh dunia dan 3100 diantaranya berakhir dengan kematian.
Namun, tampaknya teror ini akan segera berakhir. Dua tim peneliti di Australia meyakini telah memecahkan misteri parasit malaria tersebut dan akan mengembangkan vaksin yang berpotensi mematikannya.
“Pada dasarnya, dari sudut pandang sains dasar, saya pikir kita telah menjawab salah satu misteri besar,” kata Wai-Hong Tham dari Walter and Eliza Hall Institute yang memimpin salah satu tim.
Hal senada juga dikatakan Profesor James Beeson dari Burnet Institute di Melbourne yang secara kebetulan meneliti jenis nyamuk yang sama dengan Tham.
Tham menggunakan synchrotron, sebuah alat akselerator partikel seukuran lapangan sepak bola yang berlokasi di Tenggara Melbourne milik Australian Synchrotron, untuk mempelajari perilaku Plasmodium vivax.
Alat canggih ini mampu membuat gerak partikel mendekati kecepatan cahaya dan memaksanya memancarkan cahaya yang sangat kuat. Oleh karena itu, alat ini dapat digunakan untuk pencitraan objek yang ukurannya sangat super kecil.
Profesor Tham ingin mengamati bagaimana parasit membentuk protein yang digunakannya untuk menginfeksi sel. “Mikroskop optik biasanya tidak beresolusi tinggi, tetapi kami membutuhkan resolusi atomik,” katanya, 6 Januari 2018 silam.
Peneliti mengetahui perilaku parasit terlihat mencari “kait” pada sel darah merah termuda untuk mencari zat besi di dalamnya. Sebab, protein dari sel darah merah termuda ini cocok dengan protein yang diproduksi parasit. Hal ini membuat kait dari parasit bisa menempel ke tepi sel tanpa merusak zat besi dalam darah.
Tim peneliti menjelaskan teorinya bahwa saat sel darah menarik zat besi ke dalam, parasit malaria yang sudah mendapatkan kait protein akan ikut masuk ke dalam sel darah. “Ini parasit yang sangat licik dengan caranya memilih protein dan ini membuat dirinya tidak dapat disingkirkan manusia. Kita tidak dapat berevolusi menjauh darinya,” kata tim peneliti.
Namun, peneliti segera mencari cara untuk mematikan parasit tersebut setelah menemukan bagaimana parasit tersebut beroperasi.
Peneliti menguji kandungan protein pada nyamuk P vivax dan menghubungkannya ke sel darah merah yang sudah diekstraksi. Setelah itu, hasil ekstraksi diberikan pada tikus untuk menghasilkan antibodi. Prosesnya sama seperti vaksinasi pada manusia.
Antibodi yang dihasilkan tersebut kemudian diekstraksi dan diuji pada sampel darah manusia yang terinfeksi. Hasilnya, seperti yang telah diterbitkan dalam jurnal Science, antibodi bekerja efektif menghalangi kemampuan parasit untuk mengaitkan diri pada sel darah merah.
Sementara itu, Profesor James Beeson menjelaskan adanya kait kedua dari protein milik plasmodium vivax sebelum menginfeksi sel darah merah.
“(Parasit) perlu membuka beberapa kunci sebelum masuk ke sel darah merah. Menurut kami, ada tahap merebut sel, lalu menemukan posisi yang tepat sebelum masuk ke dalam sel,” katanya.
Profesor Beeson mengaku senang akan dua terobosan penelitian tentang malaria tersebut dan sekarang ada tiga atau empat kandidat vaksin yang benar-benar menjanjikan untuk menyembuhkan malaria.
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul Rahasia Mematikan Malaria Terungkap, Bisa Jadi Jalan untuk Vaksin Baru.