News

Peneliti Sebut Kualitas Air di Danau Toba Sangat Buruk

JAKARTA – Peneliti Hidrodinamika Hadiid Agita mengungkapkan, kondisi kualitas air di Danau Toba, Sumatera Utara berada pada titik Hipertrofik atau rusak parah. Meski begitu kondisi ini masih berada di tempat-tempat tertentu danau.

Dalam kajiannya, Hadiid mengatakan, kondisi tersebut disebabkan lantaran maraknya keramba jaring apung (KJA) ikan. Ikan-ikan yang berada di keramba tersebut menghasilkan kotoran (fases) dan menyebar keseluruh danau sehingga menyebabkan kualitas air buruk.

“Kotoran dari KJA itu sebetulnya lari kemana aja dia akan memengaruhi penyuburan air di daerah dimana aja dan ini adalah hasil simulasi kita,” kata Hadiid saat diskusi bertajuk ‘Media Briefing’ di Kantor Lipi, Selasa, (10/7/2018).

Dalam catatan yang dirinya peroleh saat ini terdapat 11.286 ribu keramba di seluruh Danau Toba. Paling banyak ada di Kabupaten Simalungun yakni 7.700 keramba. Akibatnya air di wilayah tersebut kini sudah tidak dapat dikonsumsi.

“Jadi yang paling merah daerah Haranggaol (Kabupaten Simalungun), yang kepadatan KJA-nya paling tinggi. Warna merah itu artinya paling rusak kualitas airnya karena memang kepadatan KJAnya tinggi. Kemudian ada daerah Parapat, Silalahi itu juga kepadatan KJAnya tinggi dan status kualitas airnya Hipotropik (paling rusak),” terangnya.

“Disitu (Kabupaten Simalungun) enggak bisa diminum airnya, disitu kandungan netrogen sama Pnya terlalu tinggi kemudian hijau airnya, bahkan untuk dipakai nyuci pun masyarakat udah miris sekarang,” tuturnya.

Meski demikian ada faktor lain yang menyebabkan air di kawasan Danau Toba menjadi buruk yakni kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan dan aliran sungai. Namun kata dia hal itu tidak banyak memengaruhi jika dibandingkan dengan kehadiran KJA.

“Dari tujuh kabupaten itu terutama kabupaten yang dominan KJAnya, kalau pemerintah mau oligotropik (kondisi air baik) sehingga mendukung kegiatan pariwisata kualitas airnya, silahkan boleh ada KJA tapi harus dihapus KJAnya dari 11.286 jadi 543 keramba kan berkurang itu enggak sampe setahun sudah pulih,” tambahnya.

“Sekarang kondisi di Haranggaol kalau nyemplungin benda dua meter aja enggak keliatan itu sudah rusak namanya Hipotropik jadi sudah sangat keruh airnya,” terang Hadiid. (IFR/Okezone.com

Join The Discussion