JAKARTA — Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Soewarta Kosen mengatakan, kerugian makroekonomi akibat rokok pada 2015 mencapai Rp 596,61 triliun atau 45,9 miliar dolar Amerika Serikat.
“Kerugian itu termasuk untuk belanja rokok, kerugian masa produktif karena morbiditas, disabilitas dan kematian dini, dan belanja karena penyakit akibat tembakau,” tulis Soewarta dalam buku “Health and Economic Cost of Tobacco in Indonesia” yang diluncurkan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu (22/11).
Soewarta mengatakan konsumsi rokok rata-rata orang Indonesia pada 2015 adalah 12,3 batang per hari atau 369 batang per bulan.
Bila harga rokok rata-rata Rp 700 per batang, maka belanja per kapita untuk rokok dalam satu bulan mencapai Rp 258.300 atau Rp 3.099.600 setahun. Diperkirakan pada 2015 total belanja orang Indonesia untuk membeli rokok adalah Rp 208,83 triliun.
Sedangkan belanja kesehatan untuk rawat inap karena penyakit akibat tembakau pada 2015, berdasarkan tarif standar asuransi kesehatan nasional pada rumah sakit kelas B, mencapai Rp 13,67 triliun.
Belanja kesehatan rawat jalan karena penyakit akibat tembakau pada 2015, dengan asumsi hanya satu kali kunjungan per kasus berdasarkan tarif rawat jalan di layanan kesehatan primer dan sekunder, mencapai Rp 53,44 miliar.
Sedangkan total kehilangan tahun morbiditas, disabilitas dan kematian dini atau “Disability Adjusted Life Years (DALYs) Loss” pada 2015 mencapai 8.558.601 DALYs. Bila pendapatan domestik bruto per kapita Indonesia pada 2015 adalah 3.362 dolar Amerika Serikat, maka kerugian yang terjadi mencapai 28,7 miliar dolar atau Rp 374,06 triliun.
“Tembakau adalah satu-satunya penyebab kematian yang dapat dicegah. Namun, konsumsi tembakau di Indonesia meningkat pesat dalam 30 tahun terakhir karena beberapa faktor,” katanya.
Menurut Soewarta, faktor-faktor yang menyebabkan konsumsi tembakau di Indonesia meningkat antara lain pertumbuhan penduduk, harga rokok yang relatif murah, pemasaran rokok yang luas dan intensif serta pengetahuan masyarakat terhadap bahaya tembakau yang rendah.
Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan menerbitkan buku “Health and Economic Cost of Tobacco in Indonesia”.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Siswanto mengatakan buku tersebut merupakan hasil kolaborasi para peneliti dari Balitbangkes dan perguruan tinggi. “Buku ini perlu diadvokasi kepada para pemangku kepentingan terkait pengendalian tembakau sebagai upaya menurunkan angka penyakit tidak menular,” katanya.
Selain Soewarta, peneliti lain yang terlibat dalam penyusunan buku itu adalah peneliti Balitbangkes Kemenkes Nunik Kusumawardani, peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany dan peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Santi Martini. (IFR/Republika.com)