News

Peneliti: Masyarakat Sipil Jangan Kendor Melawan Hegemoni Partai Politik

JAKARTA – Ari Nurcahyo, Direktur Para Insitute, lembaga kajian kebijakan yang berfokus pada demokratisasi di Indonesia menyatakan telah terjadi kemunduran setelah 20 tahun reformasi.

Hal ini dinyatakannya dalam menyikapi hasil rilis Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai masih adanya mantan napi koruptor yang terdaftar dalam bakal calon legislatif di tingkat DPR Kota, Kabupaten dan Provinsi.

“Ini menjadi catatan gelap demokrasi kita. Praktik KKN setelah rezim Soeharto telah coba diputus di era reformasi dengan berbagai cara melalui KPK, tap MPR, perangkat undang-undang. Bukannya makin meredam malah direproduksi semakin besar,” ungkap Ari Nurcahyo, Selasa (31/7/2018), menanggapi masih adanya bakal calon legislatif yang mantan narapidana korupsi.

Lebih lanjut, Ari menyebutkan Pakta Integritas yang menyatakan agar partai politik tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi, bukanlah jaminan bebasnya bakal calon legislatif terbebas dari 3 kasus tersebut.

“Partai politik hanya formalitas menandatangani pakta integritas. Tidak ada kesatuan antara visi atau platform partai yang menyatakan mendukung gerakan anti korupsi, mendukung KPK. Pernyataan semua politisi seperti itu. Tetapi sikap dan tindakan parpol begitu berbeda. Inkonsistensi partai sangat luar biasa.”

Padahal, menurut Ari, partai politik di Indonesia sangat kuat. Semua proses politik harus melalui partai politik.

Pada sisi lain partai politik sangat jauh dari pilar utama demokrasi. Korupsi tidak hanya di masalah anggaran, tetapi juga korupsi kebijakan, korupsi norma, dan korupsi sikap karena tindakan parpol sangat jauh dari visi dan misi partai itu sendiri.

“Sipil jangan kendor untuk melawan hegemoni politik,” ucap Ari dalam diskusi “Menyambut Partai Tanpa Koruptor: Jangan Kendor!” yang dilaksanakan Senin 30 Juli 2018 di D Hotel, Menteng, Jakarta Selatan.

Diperlukan kekuatan dari eksternal, dari KPK, MA, dan masyarakat, untuk memaksa parpol melaksanakan reformasi di tubuhnya. Ari berpendapat, bahwa sangat sulit untuk mempercayai inisiatif dari internal partai untuk “bebersih” diri.

Sehingga publikasi daftar calon-calon ini sangat perlu dilakukan agar KPU tidak bekerja sendirian, namun ada publik yang ikut mengawasi. Publik dapat ikut mengoreksi daftar.

Ari menegaskan, partisipasi publik sangat diperlukan karena dalam ruang publik yang terbuka, pemilu yang berintegritas dapat terjamin. Sementara inkonsistensi parpol menunjukkan bahwa integritas di parpol adalah barang mahal dan masih jauh dari harapan.

Sebelumnya Bawaslu RI melansir daftar partai politik yang masih mengajukan calon anggota legislatif dari kalangan eks koruptor.

Partai Gerindra terbanyak yang mendaftarkan caleg eks koruptor.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dipuji karena satu-satunya partai yang tidak memiliki caleg eks koruptor. (IFR/Tribunnews.com)

Join The Discussion