News

Peneliti LIPI Telusur Kunyit dan Laser Sebagai Obat Kanker

Jakarta, CNN Indonesia — Kanker serviks dan kanker payudara merupakan jenis kanker yang jadi momok bagi kaum perempuan. Bahkan, angka kejadian kanker di Asia Tenggara adalah yang tertinggi di seluruh dunia. Indonesia bersama Malaysia dan Singapura jadi deret negara di posisi atas terkait jumlah penderita kanker.

Fakta lain yang patut menjadi sorotan ialah pada 2013, ada 98 ribu perempuan yang meninggal akibat kanker serviks. Hal ini pula yang membuat kanker serviks jadi pembunuh nomor tiga bagi perempuan Indonesia.

Setelah divonis kanker, mau tidak mau pasien harus menjalani serangkaian pengobatan seperti radioterapi, kemoterapi atau bahkan pembedahan. Menurut Yuliati Herbani, peneliti dari Pusat Penelitian Fisika LIPI, obat kanker proses pembuatannya dengan sintesis kimia punya efek samping termasuk sisa residu.

“Ada sintesis lagi, pemurnian lagi disortir sedemikian rupa. Proses menjadi obat saja sudah sedemikian panjang. Tapi kalau cara fisika, terutama dengan laser, itu hanya satu langkah saja,” kata Yuliati saat ditemui usai dirinya menerima fellowship untuk riset di Kemenristek Dikti, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (9/11).

Kunyit atau kurkumin, jelas Yuliati, selama ini dikenal punya kemampuan mematikan bakteri. Di dunia medis secara global, sedang gencar dilakukan penelitian terkait kurkumin sebagai antikanker. Sedangkan di Indonesia, riset seperti ini masih terbatas.

“Saya ingin mengejar mereka yang sudah duluan di kurkumin, saya sinergikan saja dengan nanopartikel biar ada impact-nya lebih daripada mereka,” tambahnya.

Hanya saja, kurkumin tidak bisa larut dalam air. Padahal, obat akan bekerja efektif jika bisa larut. Jika pernah minum jamu kunyit, terdapat sisa kerak berwarna kuning, hal inilah yang disebut kalangan medis sebagai bahan yang tidak larut air.

Oleh karena itu, dalam proposal penelitian berjudul “Sintesis Nanopartikel Kurkumin-Emas dengan Teknik Ablasi Laser Femtosekon dan Studi Bioaktivitas Cytotoxic pada Sel Kanker”, Yuliati ingin mengawinkan nanopartikel kurkumin dengan nanopartikel emas untuk kemudian diharap mampu mematikan sel-sel kanker.

“Nanopartikel emas dan nanopartikel kurkumin ini masuk ke dalam tubuh, lalu bagian tubuh dilaser dengan tenaga yang tak begitu besar. Emas akan bereaksi dan menghasilkan panas, kemudian menghancurkan sel-sel kanker. Kurkumin yang tadinya menempel pada nanopartikel emas akan lepas ke tubuh, lalu dia bisa ke target lainnya yang lebih jauh,” jelasnya.

Hingga kini, tahap penelitian masuk pada tahap pembentukan nanopartikel emas. Untuk nanopartikel kurkumin, Yuliati bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Yuliati menjadi satu dari empat perempuan peneliti yang menerima penghargaan dari L’Oreal – UNESCO For Women in Science National Fellowship Awards 2017. Atas kerja sama L’Oreal dan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU Kemendikbud), Yuliati bersama tiga peneliti lain memperoleh bantuan dana untuk mewujudkan mimpi mereka sekaligus memberikan sumbangsih bagi dunia medis Indonesia maupun dunia.

Meski terhambat dalam hal pengadaan bahan, ia optimistis dalam dua tahun ini pembentukan nanopartikel emas dan nanopartikel kurkumin bisa rampung. Ia pun berharap, para pasien kanker serviks dan kanker payudara bisa memperoleh obat yang aman dan efektif.

“Obat masih fokus pada kanker serviks dan kanker payudara, karena sesama kaum perempuan, jadi ingin fokus pada persoalan kami dulu,” tutupnya. (IFR/CNN)

Join The Discussion