Kualitas, aroma, dan cita rasa secangkir kopi ditentukan banyak hal. Mulai dari waktu menanam, jenis tanah, pemilik pupuk, sampai penggunaan pestisida untuk mengusir hama yang menggerogoti buah kopi.
Karena itu, pemakaian pestisida yang rama lingkungan tentu mendorong hasil biji kopi yang lebih baik.
Salah satu peneliti Indonesia yang memberi perhatian pada pemakaian pestisida di tanaman kopi adalah Ir. Soekadar Wiryadiputra, peneliti senior di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember, Jawa Timur. Ia melakukan inovasi untuk menghindari penggunaan pestisida yang dipakai membasmi penggerek buah kopi (PBKo) atau yang dikenal dalam Bahasa Latin,Hypothenemushampei.
Sebagai informasi, hama penggerek tanaman buah kopi ini menjadi salah satu pemicu menurunnya kualitas dan produktivitas kopi Indonesia. Saat ini produktivitas kopi Indonesia rata-rata masih rendah, yaitu 641,6 kg per hektar dari standar yang ditetapkan 800 kg/hektar.
Hasil penelitian Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menunjukkan hama PBKo dapat mencapai lebih dari 50 persen apabila serangannya tinggi. Sementara jika dilakukan pengendalian secara tepat, tingkat serangan dapat dikurangi sampai 20 persen.
Soekadar sendiri mulai melakukan riset selama tiga bulan, dari Oktober hingga Desember 2004. Dalam riset itu, ia berhasil mengurangi jumlah populasi serangga PBKo tiap bulannya, dengan cara memasang perangkap alami yang dikembangkannya sendiri.
Perangkap alami ini diberi nama Hypotan, yang diambil dari Hypo merujuk dari nama ilmiah serangga penyerang, Hypopthenemus hampei. Sementara tan merujuk pada bahasa Inggris attractan yang berarti menarik.
Bahan Hypotan
Hypotan sendiri dibuat dari berbagai senyawa alkohol untuk menarik serangga PBKo dalam sebuah perangkap khusus. Perangkap ini selain efisien dan ramah lingkungan juga dibanderol dengan harga terjangkau, yakni Rp 6000.
“Kami mengemas senyawa itu dalam bentuk sachet dengan volume per sachet 10 milimeter, dan dapat digunakan selama minimal 45 hari,” ujar Soekadar seperti dikutip dari buku Sumber Inspirasi Indonesia: 20 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa yang diterbitkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Minggu (18/9/2016).
Pemakaian Hypotan juga terbilang mudah. Bungkusnya dapat langsung dibuat lubang sebanyak tiga buah agar dapat menguap keluar dan tercium serangga PBKo. Lalu, kemasan yang sudah dilubangi itu cukup digantungkan dalam perangkat alami.
Model perangkap alami ini menyerupai botol air mineral yang dilubangi kedua sisinya secara berhadapan. Ukuran lubangnya sendiri berkisar 5-6 cm.
Bagian dasar botol perangkat yang digantungkan di pohon kopi ini diisi larutan deterjen untuk menampung serangga yang masuk perangkap.
Penggunaan perangkap per hektar dari alat ini disarankan sekitar 24 buah, dengan pola pemasangan merata. Jarak antara perangkap sekitar 20 m dengan pemasangan di tanah datar.
Pemasangan pun disarankan setelah masa panen besar pada saat tak ada buah di lapangan. Selain itu, pemasangan perangkap disarankan dilakukan minimal empat bulan secara terus menerus.
Berdasarkan uji coba, Hypotan terbukti efektif mengurangi jumlah PBKo per pohon sampai sekitar 85,1 persen dalam waktu tiga bulan. Penurunan yang cukup signifikan ini tentu diharapkan mempengaruhi tingkat serangan PBKo pada masa panen berikutnya.
Hypotan kini telah diproduksi massal di Pusat Penelitan Kopi dan Kakao Indonesia. Dinas Perkebunan dari berbagai daerah pun telah memesan langsung produk ini. Bahkan Hypotan sudah dieskpor ke Papua Nugini. (IFR/Liputan6.com)