News

Peneliti Indonesia Diminta Lebih Inovatif

JAKARTA – Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mendorong para peneliti lebih inovatif dalam menentukan materi penelitian. Pasalnya, hasil riset dan publikasi ilmiah dari Indonesia masih minim inovasi meskipun secara kuantitas sudah meningkat pesat dalam 3 tahun terakhir. Indonesia kini menduduki peringkat ke-2 di antara negara anggota ASEAN dengan memproduksi sekitar 20.610 karya ilmiah internasional.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti menuturkan, upaya pemerintah dalam meningkatkan kuantitas riset internasional sudah melebihi target. Tahun depan, targetnya digeser ke peningkatan kualitas. Terutama penelitian pada 10 bidang prioritas yang terangkum dalam rencana induk riset nasional. Antara lain bidang pertanian, sains dan kemaritiman.

Ia menuturkan, untuk mengakselerasi peningkatan kualitas tersebut, Kemenristekdikti mengeluarkan sejumlah program dan kebijakan. Mulai dari merevisi dan membuat regulasi setingkat permen, hingga menjalin kerja sama dengan para peneliti bertaraf internasional. Ghufron menegaskan, keterlibatan peneliti kelas dunia diyakini dapat memberi manfaat signifikan terhadap peningkatan kualitas penelitian dalam negeri.

“Kolaborasi riset antara dosen dalam negeri dengan profesor kelas dunia terus dilakukan. Ini salah satu cara dari pemerintah agar peneliti dalam negeri kompetensinya meningkat. Profesor kelas dunia ini jangan diasumsikan profesor asing semua. Banyak juga profesor dalam negeri yang kemampuannya setingkat dunia, dan mereka kami libatkan,” kata Ghufron dalam Annual Seminar World Class Professor (WCP) di Jakarta, Kamis, 15 November 2018.

Ia menegaskan, profesor kelas dunia yang bergabung pada program WCP diisi para diaspora yang sukses meniti karier di kampus terbaik dunia. Tercatat, Jumlah Perguruan Tinggi penyelenggara program WCP tahun ini untuk skema A sebanyak sembilan universitas, yakni UGM, UI, ITB, Unair, IPB, ITS UPI, Unsyiah dan UII). Sementara untuk program WCP skema B melibatkan sebanyak 21 Universitas yang terdiri atas 15 PTN dan 6 PTS.

“Sehingga program ini bukan mengundang profesor asing, tetapi berkolaborasi bersama profesor kelas dunia untuk memperkuat inovasi dan publikasi. Saat ini, ada 23 negara yang terlibat pada Program WCP,” ujarnya.

WCP

Program WCP tahun ini melibatkan 115 profesor. Dari jumlah tersebut, 67 orang mengikuti skema A dan 48 orang mengikuti WCP skema B. Ghufron menyatakan, sebanyak 10% dari total profesor kelas dunia tersebut telah memenuhi h-index Scopus lebih dari 10.

“Untuk mengikuti Program WCP skema A, profesor yang bersangkutan harus memiliki h-index Scopus lebih dari atau sama dengan 20. Sedangkan untuk mengikuti Program WCP Skema B, profesor kelas dunia yang diundang harus memenuhi h-index Scopus lebih dari atau sama dengan 10,” ucapnya.

Ia menuturkan, selain publikasi, pihaknya juga mendorong peningkatan jumlah sitasi, inovasi dan hak paten. Oleh sebab itu, ucap dia, penting bagi setiap universitas untuk terhubung dengan industri dan masyarakat. Ia berharap, program WCP mampu menambah profesor hebat berkelas dunia asal Indonesia.

“Jumlah profesor sekarang sudah lumayan banyak, dan diharapkan dengan program ini dapat memacu lektor untuk produktif sehingga bisa menjadi profesor. Namun, pekerjaan rumah selanjutnya menambah dosen berkualifikasi S-3 yang masih 31.054 orang,” katanya.

Direktur Karier dan Kompetensi SDM Kemenristekdikti Bunyamin Maftuh menambahkan, meskipun mengutamakan output berupa publikasi, program WCP tidak akan memberikan hibah penelitian. Program WCP khusus bagi mereka yang sudah selesai meneliti dan memiliki draft tulisan untuk publikasi di jurnal bereputasi. “Tren nya sekarang banyak dosen muda yang sudah doktor, memiliki semangat tinggi untuk menulis publikasi,” kata Bunyamin

Join The Discussion