Jakarta (ANTARA News) – Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Haruni Krisnawati menyatakan, pengembangan energi terbarukan berbasis hutan di tanah air kini memerlukan dukungan kebijakan berbagai pihak.
Melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa Haruni mengatakan, pemanfaatan energi terbarukan berbasis sumber daya hutan bisa mendukung pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi dalam mitigasi perubahan iklim.
“Untuk memicunya, perlu ada kebijakan tarif yang menarik untuk listrik dari energi terbarukan,” katanya.
Dia mengungkapkan, hutan menghasilkan bahan baku potensial untuk bioenergi dalam bentuk biomassa maupun minyak nabati.
“Potensi sumber daya hutan untuk bioenergi sangat besar. Ini perlu dikembangkan dan diaplikasikan secara terstruktur berdasarkan prioritas pengembangan dan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan,” katanya.
Dalam dokumen Niat Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contributions/NDC) pada Persetujuan Paris, Indonesia mencanangkan untuk mengurangi emisi sebanyak 29 persen dari Bussines as Usual pada tahun 2030.
Sebanyak 11 persen berasal dari sektor energi atau setara dengan 314 Metrik Ton setara karbondioksida (CO2).
Dalam bentuk biomassa, energi bisa dihasilkan melalui pengolahan pelet kayu dan arang. Sementara beberapa pohon bisa menghasilkan minyak nabati yang bisa diolah menjadi biodiesel dan biogasoline, seperti kelapa sawit, nyamplung, kemiri sunan, kelapa, dan aren.
Menurut Haruni, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) untuk pemanfaatan energi dari sumber daya hutan sudah tersedia, namun perlu diaplikasikan dalam skala yang lebih luas.
“Perlu juga dukungan para pihak,” katanya pada kegiatan Aksi Pengendalian Perubahan Iklim “Goes to Campus” dengan tema “Pembangunan Rendah Emisi Menuju Ketahanan Energi dan Mitigasi Perubahan Iklim” di kampus ITB, Bandung. (IFR/Liputan6.com)