JAKARTA – Pemerintah mengimbau riset yang dilakukan lembaga penelitian dan akademisi tidak tumpang tindih. Peneliti diharapkan dapat bersinergi dengan berbagai lembaga negara dan masyarakat, agar dapat menghasilkan penelitian yang mendukung proses pembangunan
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani menerangkan peneliti diharapkan bisa meningkatkan riset inovasi Indonesia ke depan. Puan juga tidak menampik terdapat sejumlah kendala untuk mencapainya, termasuk rendahnya anggaran riset. “Ini (anggaran) diharapkan tidak menjadi kendala peneliti untuk menghasilkan hal terbarukan atau baru,” ungkap Puan dalam konfrensi teknologi nasional (KTN) 2016 di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) II Thamrin, Jakarta, Senin (25/7)
Peneliti dari lembaga mana pun sebaiknya fokus kepada hal yang benar-benar diinginkan. Peneliti diharapkan tidak lagi mengeluh soal dana riset yang kecil.
Alokasi biaya riset Indonesia hanya 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB). Alokasi sebanyak ini sangat kecil bila dibandingkan dengan Malaysia. Bahkan, alokasi riset Singapura sebesar dua persen dari PDB-nya. Sementara, standar anggaran yang perlu dialokasikan pemerintah berdasarkan UNESCO sekitar dua persen dari PDB.
Fokus Penelitian
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menyatakan, peneliti kini tidak perlu pusing memikirkan masalah laporan administrasi penelitian. Sebab, pemerintah melalu Menteri Keuangan, telah mengeluarkan Permenkeu Nomor 106 Tahun 2016 tentang Standar Biaya Keluaran tahun Anggaran 2017. “Kemenkue telah menerbitkan peraturan menteri yang sangat ditunggu sekian puluh tahun. Peneliti bisa melakukan riset yang tidak dibebani administrasi. Fokus saja pada penelitiannya,” ungkap Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati dalam acara yang sama. Dengan adanya permenkeu ini, Dimyati berharap bisa membawa situasi ke depan lebih baik.
Menurut Dimyati, selama ini peneliti selalu merasa terjebak dalam mekanisme administrasi yang rumit saat melakukan riset. Hal ini pun mengakibatkan mereka tampak menjadi ahli administrasi pertanggungjawaban penelitian, dibandingkan subtansi riset. Karena itu, dengan adanya aturan baru ini, diharapkan mereka bisa fokus menghasilkan riset yang berkualitas.
Pada Pasal 5 Ayat (1), di aturan baru ini menyatakan, dalam pelaksanaan anggaran, besaran penggunaan satuan biaya untuk sub keluaran penelitian didasarkan pada hasil penilaian komite penilaian. Di ayat tersebut disebutkan, pedoman pembentukan komite penilaian dan tata cara pelaksanaan penilaian penelitian mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi.
Selanjutnya, pelaksanaan anggaran berorientasi pada keluaran hasil akhir penelitian sesuai dengan kualifikasi standar kualita yang telah ditetapkan dalam tata cara pelaksanaan penilaian.
Penguasaan teknologi lemah
Peran inovasi dan penguasaan teknologi Indonesia masih lemah sampai saat ini. Padahal, hal tersebut sangat berpengaruh kuat terhadap peningkatan daya saing industri. BPPT menargetkan ada inovasi dan upaya serius dari berbagai pihak untuk menciptakan teknologi yang dibutuhkan masyarakat luas.
Dalam konfrensi teknologi nasional 2016, BPPT menginginkan peneliti dan akademisi dapat menghasilkan penelitian dan penemuan yang mendukung pembangunan. Penelitian ini nantinya dapat diterapkan.
Kepala BPPT, Unggul Priyanto mengatakan, konfrensi ini bisa melahirkan rekomendasi teknologi kepada pemangku kebijakan. “Arahnya mendukung pengembangan industri nasional serta peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa,” kata Unggul.
Rekomendasi didasari atas lambatnya perkembangan teknologi industri nasional, sehingga menimbulkan keprihatinan. Hal ini terjadi karena tidak terlepas dari persoalan regulasi pengembangan teknologi nasional yang masih harus diperbaiki pemerintah. (IFR)
Sumber: Harian Republika