News

Peneliti Deteksi Keberadaan Stasiun Luar Angkasa China

Jakarta– Stasiun luar angkasa Tiangong-1 milik China berhasil diamati oleh para peneliti di Fraunhofer FHR, Jerman menggunakan sistem pencitraan radar mereka TIRA (Tracking and Imaging Radar), salah satu radar observasi terkuat di dunia.

Dengan radarnya, Fraunhofer FHR berhasil mengamati gambaran detil dari stasiun luar angkasa yang diperkirakan akan jatuh antara tanggal 30 Maret dan 3 April tersebut.

Saat dipindai dengan radar, tampak bahwa wahana Tiangong -1 terlihat masih utuh. Gambar yang ditampilkan berupa jejak kemerahan yang memantulkan bagian dari wahana tersebut.

Dengan cara ini, para peneliti bisa mengamati kapan satelit ini akan mulai terbelah. Sebab, stasiun luar angkasa ini akan pecah berkeping-keping begitu memasuki atmosfer.

Namun, peneliti FHR masih mengalami kesulitan untuk memperkirakan titik lokasi bakal jatuhnya bangkai stasiun luar angkasa itu. Sebab, stasiun ini mengitari bumi setiap 90 menit dengan kecepatan 28.000 kilometer per jam. Sehingga, sangat sulit memprediksi kapan dan dimana tepatnya wahana ini akan jatuh.

Dengan kecepatan itu dan berat 8,5 ton, jatuhnya stasiun luar angkasa ini berdimensi 10,4 meter x 3,4 meter akan berdampak besar. Stasiun luar angkasa ini telah hilang kontak sejak 2016 akibat rendahnya ketinggian orbit stasiun ini. Saat ini stasiun luar angkasa itu mengorbit dibawah 225 km di atas permukaan bumi.

Untuk itu, ESA menugaskan Fraunhofer FHR untuk menentukan dan menginvestigasi rotasi alami dari Tiangong-1. Sebab, rotasi ini mempengaruhi karakteristik penerbangan stasiun ruang angkasa dan kapan terjadinya benturan.

Secara garis besar, lembaga itu memperkirakan letak jatuhnya satelit ini akan ada di sekitar 43 derajat lintang utara dan 43 derajat lintang selatan. Namun, hitungan yang lebih akurat hanya bisa dilakukan beberapa hari sebelum terjadinya benturan.

Selain Fraunhofer, dua peneliti asal Universitas Arizona Amerika Serikat juga melakukan pengamatan stasiun ini. Profesor Vishnu Reddy dan mahasiswanya Tanner Campbell ikut mengamati Tiangong-1 dengan sensor optik. Peralatan dan software yang mereka buat ini bisa digunakan oleh peneliti dan peminat lain yang ingin ikut melakukan pengamatan.

Harapannya bahwa mereka dapat membantu untuk mendeteksi dan memperkirakan lokasi jatuhnya wahana ini. Sebelumnya, LAPAN menyebut kemungkinan stasiun antariksa ini jatuh di Indonesia. Meski demikian, kecil kemungkinan stasiun luar angkasa itu jatuh di wilayah Indonesia (1,2 persen).

Jika jatuh di wilayah Indonesia, LAPAN memperingatkan agar warga tak menyentuh benda aneh yang kemungkinan ditemui. Sebab, ada kandungan berbahaya yang ada dalam Tiangong-1, yaitu sisa bahan roket kendali berisi Hydrazine.

ESA sendiri menyediakan laman pelacakan stasiun luar angkasa tersebut di tautan ini. Hasil pelacakan akan diperbarui tiap 1-2 hari sekali. Meski demikian, ESA tetap tak bisa memberikan kepastian kapan Tiangong-1 akan jatuh ke bumi. (CNN INDONESIA)

Join The Discussion