JAKARTA – UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah banyak dinilai tidak relevan dan merugikan beberapa pihak terutama masyarakat daerah. Banyak pasal-pasal yang rancu dan turunannya yang tidak relevan. Hal itu juga yang pernah disinggung oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo saat pengarahan bersama para pejabat Eselon I beberapa hari lalu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri yang juga sebagai lembaga think tank perumusan kebijakan juga melihat hal tersebut. Salah satunya adalah M.Sofyan, peneliti dari BPP Kemendagri yang mengusulkan beberapa poin revisi dari UU 23 tahun 2014 tersebut.
Sofyan mengusulkan mengenai 19 item besar, diantaranya, masalah kebijakan desentralisasi, arsitektur legal bagi desentralisasi, pengembangan kapasitas pendukung bagi perumusan dan implementasi kebijakan, reformasi kewilayahan, pembagian urusan, peran gubernur dan pemerintah provinsi, hubungan keuangan antar jenjang pemerintah, pengawasan dan supervisi, otonomi dan status khusus, zona khusus, reformasi kepegawaian, penyelenggaraan pelayanan oleh pemerintah daerah, perencanaan & penganggaran daerah, keuangan regional, kerjasama antar daerah, akuntabilitas politik, peran masyarakat madani, pemerintahan desa dan penyerahan urusan, dan terakhir masalah kedudukan kecamatan dalam desentralisasi pemerintah.
“Ke-19 itu merupakan serangkaian permasalah yang kerap rancu saat pengimplementasian UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, saya dan seluruh peneliti di sini merasa harus punya peran penting dalam mengkaji perevisian UU 23 dan juga 24 turunannya, seperti PP 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah,” tandas Sofyan.
Di masa yang akan datang, Sofyan dan seluruh peneliti BPP terus berkomitmen agar UU tersebut dapat terevisi dengan baik, tidak rancu dengan berbagai regulasi lainnya, dan memayungi masyarakat daerah. “Kami akan terus mengawal dan mendiskusikan ini sebagai usulan untuk Menteri,” paparnya. (IFR)