News

Pendidikan Karakter Tumbuhkan Jiwa Peneliti

JAKARTA – Staf Ahli Bidang Inovasi dan Daya Saing Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Ananto Kusuma Seta menuturkan, perlu adanya strategi untuk menumbuhkan jumlah peneliti di Tanah Air. Salah satu caranya, yakni melalui pendidikan karakter di sekolah.

“Istilah full day school itu sebenarnya adalah pengembangan pendidikan karakter. Yang dibangun di situ, salah satunya adalah menciptakan inovator dan ilmuwan sejak dini,” katanya belum lama ini.

Ia menyatakan, profesi sebagai akademisi, peneliti, maupun ilmuwan kerap dianggap sulit. Salah satu penyebabnya, sains tak dikenalkan sebagai hal yang menarik sejak dini, termasuk di lingkungan sekolah.

Nah, penambahan jam belajar tidak sepenuhnya diisi untuk belajar di kelas. Sebab, di siang hari para siswa akan mengeksplorasi berbagai hal untuk mengasah kreativitas, berpikir kritis, problem solving, serta kolaborasi. Sikap itu sendiri, tutur Ananto, yang dibutuhkan oleh setiap peneliti.

“Pagi hari siswa belajar matematika, IPA. Sedangkan siang harinya mereka have fun. Pergi ke perpustakaan, sawah, laboratorium, dan lain sebagainya. Itu yang akan kami ajarkan,” ucapnya.

Ananto berharap, upaya Kemdikbud tersebut mampu menumbuhkan jiwa peneliti sejak dini. Terlebih, saat ini Indonesia memiliki banyak anak muda yang potensial. “Indonesia sedang panen anak muda karena bonus demografi. Ini sebuah modal,” sebutnya.

Sementara itu pada bagian lain, Seta mengungkapkan, jumlah jurnal di Indonesia hanya sekitar 0,1 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini dinilai masih sangat minim. “Jurnal kita kalah dibanding negara lain. Bisa dibilang 0,1 persen dari jumlah penduduk,” ujarnya.

Ada banyak cacatan mengapa Indonesia harus terus membangun dunia penelitian. Ia menjabarkan, berdasarkan data yang diungkap pada Forum Ekonomi Dunia (WEF), peringkat daya saing Indonesia turun mejadi 41 pada 2016. Dalam penilaian daya saing, ia menyebut ada 12 indikator penilaian.

Inovasi menjadi indikator paling penting dalam menentukan peringkat tersebut. Ia menyebut, peringkat inovasi di Indonesia berada pada angka 31`dunia. Namun, pada tingkat Asia Tenggara, Indonesia menduduki perinkat ketiga, setelah Singapura dan Malaysia.

Selain itu, salah satu indikator yang paling menentukan, yakni paten. Indonesia berada pada peringkat 94 dari 138 negara. Ia merinci, Indonesia mempunyai 31 paten per 1 sejuta penduduk, sementara Malaysia 247 paten, Singapura 1.878 paten dan Thailand 115 paten. “Karya penelitian dari perempuan peneliti diharapkan dapat memperbaiki jurnal ilmiah Indonesia,” urainya. (IFR/Indopos)

Join The Discussion