News

Pendidikan Butuh Restorasi

KEMENTERIAN Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) meluncurkan sejumlah program unggulan baru pada saat perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Surabaya, tepatnya Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), pada hari ini.

Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek Dikti Patdono Suwignjo membeberkan peluncuran rekognisi pembelajaran lampau (RPL) yang notabene memberikan kesempatan kepada masyarakat dengan pengalaman yang dimiliki dapat meraih gelar setara pada level pendidikan tertentu.

“Perguruan tinggi yang telah ditunjuk oleh pemerintah akan menentukan standar sesuai KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia),” ujar Patdono dalam jumpa pers jelang Hardiknas di Jakarta, Jumat (28/4).

Program lain yang juga diluncurkan ialah Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Pasalnya ia menilai selama ini PPG yang telah dijalankan belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. “Mulai Juni akan dibuka pendaftaran prodi profesi guru. Program PPG baru di-launching pada saat Hardiknas di Surabaya,” imbuhnya.

Ke depan ada program teaching industry atau program mengajar di industri. Calon guru akan dibekali pengalaman mengajar sekaligus belajar langsung agar dapat merancang pembelajaran sesuai dengan perkembangan yang dibutuhkan industri.

Program lainnya ialah adanya Portal Kinerja Publikasi Ilmiah Dosen serta Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). “Tak ketinggalan Sistem Informasi Terintegrasi atau yang kita sebut Sister,” tandasnya.

Ditambahkan Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Ali Ghufron Mukti, pihaknya juga akan meluncurkan <>grand design sumber daya manusia (SDM) tenaga kependidikan, insinyur, dan kesehatan.

Program tersebut diyakini sangat bermanfaat di dalam menyelaraskan kesiapan SDM lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan industri. Dengan kata lain, akan ada sejenis pemetaan untuk melihat sinkronisasi tersebut dapat berjalan baik.

“Kami mengharapkan profesi guru bukan cuma sarjana. Lebih dari itu, memiliki kemampuan spesifik pada bidang tertentu yang bisa ditransfer kepada anak didik di sekolah maupun kampus,” pungkasnya.

Pencapaian
Pemerhati pendidikan M Abduh Zen menilai pemerintah saat ini punya keinginan untuk maju dan secara normatif sudah ada tapak yang benar seperti anggaran minimal 20% untuk pendidikan kendati terbagi ke banyak kementerian, bukan hanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Agama.

Abduh berpendapat anggaran pendidikan yang digelontorkan pemerintah sebanyak 20% belum efektif karena penggunaannya tersebar ke berbagai kementerian dan lembaga lain.

Akibatnya, Kemendikbud, Kemenristek-Dikti, dan Kemenag mendapat porsi yang kurang memadai. Ia memberi masukan agar ke depan anggaran pendidikan berbasis pada kebutuhan dengan program untuk kemajuan, bukan sekadar meneruskan program dan skema pendanaan yang sudah ada selama ini.

Ada catatan lain dari advisor Paramadina Institute for Education Reform (PIER) itu. Ia menilai secara kualitatif pendidikan kita harus diakui belum membanggakan bila dibandingkan dengan negara lain. Lihat saja hasil Programme for International Students Assessment (PISA) menunjukkan pendidikan sekolah di Indonesia masih tertinggal dan jumlah karya publikasi jurnal internasional terakreditasi pada tingkat pendidikan tinggi masih minim.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Qudrat Nugraha turut urun rembuk. Sistem pendidikan di negeri ini perlu direstorasi secara radikal dan lebih futuristis. “Kita harus menemukan sistem yang andal sehingga siapa pun menterinya tidak terlalu banyak perubahan kebijakan untuk mencapai dan menjemput bonus demografi 2030,” tutur Qudrat.

Hemat dia, kita semestinya harus sudah mengetahui karakteristik manusia Indonesia pada 2030 yang ingin dicapai. Begitu pula kualifikasi guru dan siswa serta fasilitas teknologi, informasi, dan komunikasi, termasuk persekolahan dan perguruan tinggi secara keseluruhan dalam kancah persaingan global.

“Saat ini siapa yang mengetahui itu semua? Seperti apa sistem yang dijalankan untuk mencapai itu semua? Bagaimana atau sejauh mana keterlibatan stakeholder pendidikan dan partisipasi serta fungsinya dalam sistem pendidikan nasional,” tanya Qudrat dengan kritis. (IFR/Media Indonesia)

Join The Discussion