News

Penderita Kanker Meningkat, Peneliti LIPI Kembangkan Alat Deteksi Dini

JAKARTA – Penyakit kanker berhasil mencatatkan diri sebagai penyebab utama kematian di dunia. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2012 terdapat sekitar 8,2 juta kematian akibat kanker.

Dalam konteks Indonesia, jumlah ini tak sedikit. Prevalensi kanker berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 Kemenkes mencapai 347.792 orang. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan pertama diantara semua provinsi, yakni sebear 4,1 persen.

Sayangnya, pengidap kanker datang ke rumah sakit saat kondisnya masuk pada stadium tinggi. Dalam kondisi ini, kemungkinan sembuh sulit terjadi. Maka, edukasi tentang deteksi dini kanker menjadi penting untuk meningkatkan harapan hidup dan menurunkan beban sosio-ekonomi.

Berangkat dari fenomena itu, peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) Siti Nurul Aisyiyah Jenie mengembangkan penelitian untuk membuat perangkat pendeteksi adanya sel kanker di dalam tubuh.

“Ke depannya akan dibentuk alat yang bisa dipakai masyarakat awam untuk deteksi dini kanker stadium satu atau stadium dua,” kata Siti di komplek Kemenristek Dikti, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Siti menggunakan nanopartikel dari silika alam yang diambil dari Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal (PLTG) Dieng. Ketersediannya cukup mudah didapatkan.

Silika nanopartikel dimodifikasi menjadi fluoresens (pancaran sinar dari suatu zat) silika nanopartikel. Kemudian, zat itu dikombinasikan dengan biomolekul yang dapat mengikat sel kanker. Menurut Siti, jika terdapat pertumbuhan sel kanker, terdapat kenaikan konsentrasi hormon tertentu.

Nantinya, alat deteksi kanker tak perlu dimasukkan ke dalam tubuh. Langkah deteksi sel kanker dilakukan dengan meletakkan sampel tubuh, seperti darah, keringat, atau urin yang diletakkan di atas nanopartikel. Jika sel kanker terdeteksi, nanopartikel silika akan bercahaya yang mengharuskan pemeriksan lebih kompleks ke rumah sakit.

Bioimaging-nya itu harus sensitif dan selektif. Sensitif dengan fluorosens, selektif hanya berlaku pada sel kanker tertentu karena sifat kanker itu lain-lain. Tantangannya disitu. Sekarang sedang diteliti,” kata Siti.

Dalam proses penelitiannya, Siti bekerjasama dengan berbagai pihak. Antara lain dengan Teknik Kimia Universitas Gajah Mada untuk memproses mineral, serta Pusat Penelitian Metrologi LIPI untuk uji deteksi.

Proses penelitian yang dimulai sejak pertengahan tahun 2016 ini tengah masuk optimasi. Bentuk nanopartikel silika telah diperoleh dengan ukuran 5-20 nanometer dan telah dimodifikasi fluoresens. Kepekaan fluoresens, intensitas cahaya yang diperlukan, dan biomolekul tengah dalam proses optimasi.

“Pertama kanker secara general dan pembuatan material yang stabil. Kita tidak mau kalau dikasih darah tiba-tiba hancur materialnya. Intensitas fluorosens juga harus bagus, optiknya sensitif. Lalu, partikelnya biar bisa direproduksi sampai stabil,” kata Siti.

Siti berharap alat deteksi kankernya dapat selesai dalam 3-5 tahun ke depan. Kurangnya alat uji di Indonesia membuatnya mencari kolaborasi dengan peneliti luar negeri.

Penelitan ini bahkan telah membawa Siti menjadi salah satu penerima anugrah tahunana L’oreal – Unesco for Women in Science National Fellowship Awards 2017. Ia mendapatkan tambahan dana penelitian sebesar 80 juta rupiah. (IFR/Kompas.com)

Join The Discussion