JAKARTA – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mulai tahun ini mereformulasi skema pendanaan penelitian di perguruan tinggi. Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan produktivitas penelitian, meningkatkan efektivitas pengelolaan penelitian, dan meningkatkan kinerja penelitian perguruan tinggi. Menristekdikti, Mohamad Nasir, mengatakan reformulasi skema pendanaan dilakukan guna mendorong riset yang berorientasi inovasi dan invensi atau perancangan.
Menurutnya, selama ini riset berbasis pada aktivitas, banyak peneliti di perguruan tinggi yang menggugat tentang kesulitan mempertanggungjawabkan keuangan. “Lalu, saya meminta pada Menteri Keuangan supaya riset jangan berbasis pada aktivitas, namun pada hasil atau output,” kata Nasir, di Jakarta, Rabu (2/2). Nasir menjelaskan yang dimaksud berbasis output adalah menghitung berapa total biaya yang harus pemerintah keluarkan untuk penelitian, lalu di mana impact-nya untuk masyarakat. “Itu harus dilihat. Ternyata banyak perguruan tinggi yang punya invensi dan inovasi yang cukup baik dan ini akan kita dorong terus,” jelasnya.
Reformulasi skema pendanaan penelitian ditujukan untuk meningkatkan pencapaian indikator-indikator (jumlah publikasi, kekayaan intelektual/paten, dan prototipe industri). Telah dirampungkannya rumusan regulasi yang berpihak kepada produktivitas peneliti, perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan skema riset. Skema desentralisasi memberikan kewenangan yang lebih luas kepada perguruan tinggi dalam pengelolaan penelitian.
Di samping untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan penelitian di perguruan tinggi, skema penelitian desentralisasi ini juga bertujuan untuk mendorong terwujudnya keunggulan perguruan tinggi, meningkatkan daya saing perguruan tinggi, dan meningkatkan angka partisipasi dosen. Untuk memperkuat misi tersebut maka skema desentralisasi mempersyaratkan penelitian yang diusulkan harus berbasis Rencana Induk Penelitian/Renstra Penelitian di masing-masing perguruan tinggi.
Menristekdikti menyatakan bahwa tahun ini merupakan tahun pertama diterapkannya riset berbasis output. “Oleh karena itu, jika terdapat beberapa ketidaksempurnaan, akan terus-menerus diperbaiki,” kata Nasir. Ke depannya, tema-tema dalam skema riset dan pengabdian kepada masyarakat harus berbasis kepada Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) yang merupakan arah kebijakan riset pada tingkat nasional dan menjadi prioritas dalam program pemerintah.
Di sisi lain, kata Nasir, akan terus di dorong agar semua riset yang didanai oleh DRPM (Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat) dapat dipetakan status teknologinya melalui Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) atau Technology Readiness Level (TRL) dalam mendorong hilirisasi dan komersialisasi hasil riset. Dengan begitu diharapkan lebih bermanfaat bagi masyarakat dan mendorong kemajuan perekonomian bangsa. Hal-hal teknis terkait dengan karakteristik dari skema-skema tersebut dijelaskan di dalam Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi Edisi XI Tahun 2017 yang menjadi pedoman bagi Penyelenggara Penelitian (Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat), Pelaksana Penelitian (Perguruan Tinggi dan Peneliti), serta berbagai pemangku kepentingan lainnya yang pelaksanaannya berbasis pada Standar Biaya Keluaran Umum.
Tingkatkan Produktivitas
Dengan hadirnya Panduan Edisi XI tersebut, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhamad Dimyati, berharap akan lebih meningkatkan produktivitas dosen di perguruan tinggi. “Karena telah diselaraskan dengan sistem pengelolaan berbasis TIK, sehingga dapat menjamin efisiensi, transparansi dana, akuntabilitas pengelolaan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” tutup Dimyati. (IFR/Pikiran Rakyat)