News

Pemerintah Tambah Rp5 Triliun untuk Dana Abadi Riset di 2020

Dikutip dari medcom.id, Pemerintah mengalokasikan Rp5 triliun untuk menambah jumlah Dana Abadi Riset tahun depan. Dengan begitu, total Dana Abadi Riset yang saat ini Rp950 miliar akan bertambah menjadi Rp5,95 trilun di 2020.

Jumlah ini ditargetkan terus bertambah, hingga mencapai Rp30 triliun pada 2024. “Kami awalnya meminta Rp30 triliun untuk tahun 2020. Tapi yang disetujui DPR hanya Rp5 triliun. Jadi total dana abadi riset untuk tahun depan sebesar Rp 5,95 triliun,” kata Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir di Hotel Primer Plaza, Sanur, Bali, Selasa 27 Agustus 2019.

Nasir mengatakan, dirinya akan terus mengajukan kenaikan dana abadi riset sampai menyentuh target di 2024. Dia ingin riset di Indonesia bisa didanai dengan baik ke depannya.
“Tahun selanjutnya kami meminta anggaran untuk terus dinaikkan. Agar target hingga 2024 sebesar minimal Rp30 triliun tercapai,” ujar Nasir.

Namun, dari total keseluruhan dana itu tidak bisa digunakan semua. Dana yang bisa dipakai hanya bunga yang didepositokan ke bank dari total keseluruhan dana abadi.

Penggunaan dana abadi riset juga harus sejalan dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN). Hal itu menyangkut bidang kesehatan dan obat-obatan, kemaritiman, teknologi informasi dan komunikasi.

“Jadi kalau dari Rp6 triliun itu bungnya sekitar 5 persen saja, berarti dana untuk riset setiap tahunnya mencapai Rp 300 miliar. Itu kalau bunganya 5 persen. Kalau misalnya lebih dari 5 persen, ya, lebih banyak lagi. Riset-risetnya juga bisa kolaborasi dengan peneliti asing atau sepenuhnya dari peneliti nasional,” tutur Nasir.

Sementara itu, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti mengatakan, prioritas penggunaan dana riset menyangkut keanekaragaman hayati. Hal itu perlu didahulukan, lantaran penelitian keanekaragaman hayati masih minim di Indonesia.

“Ada peneliti dari Inggris yang sampai kebingungan saking banyaknya keanekaragaman hayati milik Indonesia untuk diteliti. Banyak yang bisa diteliti dan manfaatnya bisa diberikan untuk kita, bahkan untuk dunia,” ujar Ghufron.

Keanekaragaman hayati juga akan difokuskan pada bidang yang terkait obat-obatan. Hal ini dinilai perlu, lantaran Indonesia masih melakukan impor obat, padahal mempunyai sumber daya yang melimpah.

“Ironisnya, 90 persen obat-obatan kita masih impor. Jadi penelitian di bidang ini harus terus didorong agar produktif dan inovatif,” ucap Ghufron.

Ghufron optimistis Indonesia bisa mengendalikan riset di bidang tersebut. Menurut mantan wakil menteri kesehatan ini, kesiapan sumber daya manusia di Indonesia untuk penelitian bidang kesehatan juga sudah memadai.

Namun, Indonesia tetap membutuhkan penelitian kolaboratif untuk mencapai kesempurnaan. Dia berharap, adanya dana abadi riset kian memotivasi para peneliti untuk melakukan terobosan.

“Kolaborasi riset itu penting. Bisa kolaborasi dengan peneliti asing atau peneliti kita yang menjadi dosen di kampus luar negeri. Makanya kami dalam tiga tahun terakhir ini mendatangkan ilmuwan diaspora dari berbagai negara. Mereka bisa menjembatani agar peneliti lokal bisa menggunakan fasilitas riset di kampus dunia sehingga penelitiannya memiliki daya saing,” ujar Ghufron.

Join The Discussion