PEMERINTAH terus mendorong agar riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi tidak berhenti pada produk invensi, tapi juga harus berujung pada produk inovasi. Sebab itu, regulasi harus disiapkan agar peneliti dapat memperoleh manfaat riset dan industri berkembang.
“Di antara regulasi yang telah kami perbaiki, yaitu mengubah aktivitas riset dari activity base menjadi output base,” ujar Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir, pada saat membuka diskusi Dewan Riset Nasional (DRN) dan kunjungan kerja Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas) di Gedung Graha Widya Bhakti Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, pada Senin (6/8).
Nasir menegaskan, pemerintah menyiapkan berbagai regulasi untuk mendukung penguatan dan percepatan pengembangan iptek dan inovasi.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 106 Tahun 2017.
Selama ini, kata dia, para peneliti mengeluh dengan cara pandang pengelolaan riset sebagai activity base sehingga pertanggungjawaban administrasi lebih rumit jika dibandingkan dengan risetnya sendiri. Dengan keluarnya Permenkeu tersebut, riset berbasis pada output atau hasil membuat peneliti menjadi lebih produktif.
Nasir juga mengutarakan, kini kita memiliki dokumen Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) sebagai masterplan pengembangan riset dan inovasi ke depan. RIRN tertuang dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2017 dengan prioritas pada 10 bidang fokus riset.
Sementara itu, BJ Habibie menekankan pentingnya investasi dalam penguatan sumber daya manusia, sebagai modal utama dalam pembangunan bangsa. “Proses paling penting dalam membangun SDM ialah pembudayaan dan pendidikan”, tutur Habibie.
Menurut Presiden RI ke-3, BJ Habibie, yang hadir pada acara itu, kunci dalam penguasaan teknologi, yaitu kemampuan mengolaborasikan sumber daya manusia dari multidisiplin ilmu. “Tidak ada satu pun produk teknologi yang dihasilkan hanya oleh satu disiplin ilmu,” lanjutnya.
Diskusi DRN dan Wantanas, digagas sebagai forum pengayaan dan masukan atas kebijakan iptek, khususnya terhadap draf Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Inovasi Nasional (Sinas).
Ketua DRN, Bambang Setiadi, menambahkan, UU Inovasi diperlukan dengan mengaca kepada negara Korea Selatan. Pada 1999, Negeri Gingseng tersebut punya UU Inovasi sehingga menjadi negara maju di Asia. “Kita perlu belajar dari Korea untuk maju. Kita harus punya strategi, road map, dan dana inovasi,” pungkasnya.