News

Pemerintah Janjikan Diskon Pajak Jumbo untuk Riset

Dikutip dari beritagar.id, pemerintah tengah mengkaji insentif bagi swasta agar mau meningkatkan alokasi anggaran risetnya yang bermanfaat bagi industri.

Insentif tersebut berupa pengurangan pajak (super deductible tax) yang dituangkan dalam Rancangan Undang- Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas-Iptek) dengan usulan hingga 200 persen.

Super deductible tax adalah insentif kepada perusahaan yang terlibat atau investasi di sektor pendidikan vokasi (keahlian), serta penelitian dan pengembangan (litbang/R&D).

Perusahaan bisa mendapat diskon pajak hingga 200 persen di sektor pendidikan vokasi. Sedangkan perusahaan yang terlibat di sektor R&D atau pusat inovasi mendapat pengurangan sampai 300 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap aturan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) tersebut bisa terbit pada Maret mendatang. Saat ini, menurut Sri Mulyani, aturan tersebut secara substansi sudah rampung.

Beleid ini memang dikebut karena Presiden Joko Widodo juga sudah meminta aturan ini diselesaikan. Selain aturan bagi perusahaan yang mengedepankan R&D, rencananya aturan serupa juga akan diberlakukan bagi perusahaan yang mau membuka pelatihan vokasi.

“Super deduction untuk vokasi dan research and development sedang dalam proses. Ini sedang kami upayakan agar segera dipercepat, karena sudah pipeline sejak akhir tahun lalu. Semoga dalam waktu dekat bisa selesai,” ujar Sri Mulyani dilansir dari Bisnis Indonesia, Rabu (20/2/2019).

Secara substansi, aturan super tax deduction ini serupa dengan kebijakan tax allowance. Menurut pasal 31A Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tax allowance merupakan kebijakan fasilitas pajak berbentuk pengurangan penghasilan kena pajak yang dihitung berdasarkan jumlah investasi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, mengungkapkan insentif ini disertai sejumlah syarat. Jadi insentif bukan cuma diberikan kepada perusahaan swasta berdasarkan kompetensi dan riset berbasis program vokasi serta litbang.

Antara lain, hasil riset yang dilakukan harus berdampak besar pada perekonomian nasional. Berdampak artinya bisa meningkatkan daya saing produk, memacu ekspor, dan menyerap tenaga kerja.

Perusahaan yang mengajukan insentif tersebut bakal dianalisis terlebih dahulu oleh pemerintah. Setelah itu, dunia usaha dapat memperoleh potongan pajak atas tambahan biaya dari program vokasi dan riset yang dilakukan.

“Ada penyesuaian tertentu agar deduction itu bisa dipakai. Prinsipnya pemerintah ingin memberikan potongan atas tambahan biaya yang dikeluarkan,” ujarnya.

Kementerian Keuangan telah mengeluarkan surat perintah No S 820 Tahun 2018 kepada sejumlah kementerian agar mengkoordinir R&D. Dalam RUU Sisnas-Iptek, Kemristekdikti mendapat mandat untuk mengawal riset di bawah perguruan tinggi, lembaga penelitian pengembangan sejumlah kementerian, dan lembaga pemerintah nonkementerian.

Masalah anggaran pengembangan riset sempat menuai kontroversi saat dilontarkan oleh Ahmad Zaky. CEO Bukalapak itu mengkritik minimnya anggaran riset yang dialokasikan oleh pemerintah, padahal kemampuan riset menjadi faktor penentu kesiapan revolusi industri 4.0.

Menilik The Global Competitiveness Index, skor inovasi Indonesia yang meliputi riset bereda di angka 37 sehingga hanya menduduki posisi ke-68 dari 140 negara.

Per 2018, nilai yang dianggarkan untuk riset hanya berkisar Rp29 triliun (AS $2,1 miliar) atau 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah itu jauh di bawah angka ideal 2 persen dari PDB yang dipatok UNESCO untuk riset dan pengembangan.

Meski dunia riset di Indonesia saat ini masih didominasi pemerintah, Indonesia berusaha bangkit dan ditandai sejumlah peningkatan penerbitan jurnal internasional dan paten.

Saat ini beberapa riset yang mengarah ke produksi nasional sudah ada seperti pesawat N219 dan motor listrik Gesits. Tapi pengembangannya masih didominasi anggaran pemerintah.

Join The Discussion