News

Pemerintah Genjot Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian

Pemerintah berupaya mengurangi impor bahan baku pembuatan obat kimia, herbal dan bahan pangan. Salah satu cara mengatasi pengurangan impor itu, dengan menggenjot kegiatan penelitian dan pengembangan bidang kefarmasian.

Dirjen Pengembangan dan Penelitian Teknologi Industri Kemenristekdikti, Eng Hotmatua Daulay mengatakan, pihaknya sudah melakukan kerja sama dengan sejumlah pihak. Salah satunya, rencana kerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM).

Kerja samanya, akan dimulai dengan MoU atau penandatanganan perjanjian dengan BPPOM pada Agustus mendatang. Kerjasama itu, berupa pendampingan terhadap sejumlah laboratorium penelitian bidang kefarmasian.

“Jadi, kerjasama itu adalah upaya kami dalam menghilirisasi hasil riset yang terkait dengan farmasi,” kata Hotmatua di Universitas Surabaya, Rabu (18/7).

Bentuk konkrit pendampingannya adalah, pemberian berbagai macam insentif. Mulai dari pengadaan peralatan dan sarana dan prasaran. Ada juga insentif berupa pendanaan untuk bahan riset sebesar Rp 10 milyar per tahun dan kebijakan. Misalnya, sejumlah kebijakan yang termuat dalam Perpres nomer 6 tahun 2016 tentang percepatan kemandirian obat.

Hasil risetnya sendiri, akan diserap pada sektor industri. Supaya, tidak hanya berupa cara pembuatan obat yang benar (CPOB). Sehingga, industri kefarmasian dan pangan tidak lagi menggantungkan baha baku impor.

“Karena, penelitian obat-obatan masih pada level perguruan tinggi. Hasilnya juga masih pada tahap riset dasar dan terapan. Sedikit yang terserap pada sektor industri,” kata Hotmatua.

Presiden Direktur PT Bintang Toedjoe, Simon Jonathan mengatakan, pihaknya berharap hasil riset dapat berupa bahan baku yang dapat diolah menjadi produk jadi.

Riset yang akan terserap di sektor industri harus tergolong laku di pasaran. Sehingga, produk yang dihasilkan dapat menjadi market leader. “Misalnya, produk andalan kami yang berupa energy drink. Bahan bakunya dari ginseng. Ginseng itu kami impor dari Korea Selatan,” kata Simon.

Saat ini, Simon mengaku impor ginseng sudah menjadi beban tersendiri bagi perusahaan. Tiap tahun, pihaknya mengimpor 50 ton ginseng. Nilainya mencapai puluhan milyar.

“Kalau kita bisa produksi ginseng sendiri, kami ngga perlu impor lagi. Meski, kami juga perlu bekerjasama dengan pihak lain. Salah satunya ekstraktif,” akunya. (IFR/JawaPos.com)

Join The Discussion