JAKARTA – Pemerintah akan mendorong hilirisasi riset benih unggul. Hal ini penting untuk mewujudkan swasembada pangan di Indonesia.
Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Jumain Appe mengatakan, jika hasil-hasil litbang di bidang pertanian bisa dimanfaatkan maka swasembada pangan di Indonesia akan terwujud. Hal ini juga untuk meningkatkan manfat dari lembaga-lembaga litbang yang sudah bekerja lama namun belum optimal.
“Saya kira dengan pemanfaatan hasil-hasil litbang tersebut cita cita kita dalam ketahanan pangan nasional bisa terjadi. Lembaga-lembaga litbang kita, baik dari perguruan tinggi, kementerian, non-kementrian dan swasta semuanya memiliki berbagai teknologi dan telah dikembangkan sejak lama, namun belum optimal. Oleh karena itu saya menginginkan adanya sinergi antara akademisi, pemerintah, dunia usaha serta masyarakat agar apa yang kita cita-citakan bisa tercapai,” katanya di Jakarta.
Jumain menilai produktifitas dan nilai tambah dari sektror pertanian sudah bagus, namun belum optimal. Misal pengembangan benih unggul nasional yang dipelopori oleh Institut Pertanian Bogor, belum mampu memenuhi standar nasional 6 ton/hektare. Oleh karena itu sinergi antarlembaga harus ditingkatkan terus menerus agar pengembangan bebih unggul ini bisa dilaksanakan secara nasional di seluruh nusantara.
“Revolusi industri 4.0 merupakan momen untuk melakukan perubahan revolusioner di bidang teknologi pangan untuk menyokong ketahanan pangan nasional. Dengan bersinergi, bekerjasama, saling terbuka, melibatkan seluruh komponen pemerintahan, akademisi, dunia usaha dan masyarakat serta industri kreatif adalah kunci untuk berinovasi di masa depan,” tambahnya.
Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian Erizal Jamal menyampaikan benih merupakan satu diantara tiga unsur utama kegiatan Budidaya Pertanian, Disamping Tanah dan Manusia. Dari proses domestikasi sampai menjadi Industri Benih saat ini, kebutuhan dan ketergantungan terhadap benih bermutu kian meningkat. “Semakin hilang keberagaman Hayati di masyarakat contohnya India, sebelum revolusi Hijau ada 30.000 Varietas padi ditanam petani, setelah revolusi hijau budidaya padi tergantung pada 10 Varietas saja,” ungkap Erizal.
Benih bermutu berkontribusi nyata dalam peningkatan produksi. Persoalan pokok selama ini adalah karena sebagian besar petani masih belum menggunakan benih bermutu. “Perbenihan Padi dan Jagung yang relatif sudah mapan, namun penggunaan benih bermutu masih berkisar 50% saja,” imbuh Erizal.
Dosen Tetap Divisi Ilmu dan Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor Baran Wirawan mengatakan pertumbuhan penduduk, perekonomian, industrialisasi, perubahan iklim akan menjadi tantangan bagi ketahanan & kemandirian pangan. “Peran benih tidak hanya terhadap ketahanan pangan saja, namun berperan juga dalam peningkatan pembangunan pertanian melalui varietas unggul dan benih bermutu,” ujar Baran.
Sistem penyediaan benih kita saat ini fokusnya adalah bagaimana pada ‘seed production and delivery system’. Sistem ini tidak berdiri sendiri tapi dipengaruhi juga oleh sistem lain yaitu aspek kebijakan. “Aspek kebijakan sangat penting karena akan mempengaruhi bagaimana seed production bisa menjamin tersedianya high quality seed pada petani,” pungkas Baran.
Sistem pengadaan penyediaan benih secara nasional saat ini punada sistem hulu dan hilirnya yang terkait pada aspek perakitan varietasnya, sistem produksi benihnya, dan sistem pemasarannya. Saat ini akan mereka fokus pada perakitan dan pelepasan varietasnya, dimana setelah perakitan dan pelepasan akan berlanjut pada mekanisme dan alur perbanyakan benihnya.
Direktur Inovasi Industri Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Santosa Yudo Warsono menyampaikan ada permasalahan nasional dan bagaimana iptek berperan dengan adanya ratusan varietas yang dapat dibedah, berapa besar dana yang digunakan untuk melepas varietas dan berapa besar impact nya yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Kegiatan terkait iptek harus dilihat apakah benar-benar nyata dalam menghadapi permasalahan yang ada di pemerintah terutama permasalahan Padi dan Pajale. Ada banyak ribuan penelitian dan sebagian besar di bidang pangan.
“Kita tidak hanya dituntut riset saja, tetapi harus sudah bisa mendesain kegiatan hilirisasi dengan mendayagunakan perguruan tinggi yang tersebar terkait swasembada pangan, karena beberapa perguruan tinggi sudah taken kontrak dengan Menristekdikti dan sudah ada beberapa inovasi yang sudah dimobilisasi,” ungkap Santosa.
Permasalahan inti dari perguruan Tinggi adalah setelah melepas varietas lalu selanjutnya hilirnya dari varietas tersebut akan ke mana. Oleh karena itu semua pihak tidak hanya berbicara tentang melepas varietas dan risetnya saja, tetapi selanjutnya bagaimana varietas tersebut di mashed production apakah bernilai komersial atau tidak. Jika tidak bernilai komersial, maka pemerintah yang harus ambil alih. (Sindonews.com)